Banjul, Aktual.com – Pemerintah Gambia pada Selasa (2/6) meminta penyelidikan yang transparan dan tepercaya terhadap kasus penembakan ke salah satu warganya oleh anggota kepolisian AS di negara bagian Georgia, Jumat minggu lalu.

Biro Investigasi Georgia (GBI) lewat pernyataan tertulisnya, Jumat (29/5), mengatakan pihaknya diminta oleh Kepolisian Kota Snellville untuk menyelidiki seorang anggota yang diduga terlibat insiden penembakan.

Penembakan diyakini terjadi setelah polisi berusaha mengejar seorang warga Gambia saat ia mengendarai mobil.

GBI pada Selasa menyebut pengendara mobil adalah Momodou Lamin Sisay, warga Gambia yang tinggal di Lithonia. Lamin Sisay, 39, merupakan anak dari Lare Sisay, seorang diplomat Gambia yang bekerja untuk Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP).

Pernyataan resmi GBI menerangkan penyelidikan awal menunjukkan beberapa anggota kepolisian mengejar Lamin Sisay karena ia menolak berhenti saat diminta polisi. Petugas meyakini plat mobil Lamin Sisay bermasalah.

Lewat pernyataan resminya, GBI menjelaskan mobil yang dikendarai Lamin Sisay berhenti tiba-tiba dan petugas pun mendekatinya. Namun, Lamin Sisay menodongkan senjata ke arah petugas.

Petugas pun menembak kendaraan Lamin Sisay dan mundur untuk berlindung di balik mobil polisi.

Saat tim SWAT berhadapan dengan Lamin Sisay, ia menembak ke arah petugas dan salah satu dari mereka membalas tembakan tersebut. Sisay pun tewas di tempat kejadian, terang pernyataan itu.

Kementerian Luar Negeri Gambia, dalam pernyataan tertulisnya, Selasa, mengatakan pihaknya telah “meminta Kedutaan Besar Gambia di Washington D.C. untuk menghubungi otoritas terkait di AS, termasuk Departemen Luar Negeri AS, untuk meminta  penyelidikan yang transparan, kredibel, dan objektif terhadap kasus penembakan itu”.

Ayah Sisay, Lare Sisay, sebagaimana dikutip media di Gambia, mengatakan ia tidak akan berkomentar sebelum ada hasil otopsi dari penyelidik independen. Diplomat Gambia itu mengatakan anaknya merupakan “orang yang membenci kekerasan”.

Sejumlah pemimpin di Afrika mengutuk kekerasan yang dilakukan kepolisian di Amerika Serikat dalam beberapa pekan terakhir, khususnya setelah seorang warga kulit hitam, George Floyd, tewas setelah disiksa oleh seorang polisi di Minneapolis.

Floyd tewas pada 25 Mei setelah seorang anggota Kepolisian Minneapolis, Derek Chauvin, berlutut di atas lehernya selama hampir sembilan menit sampai ia akhirnya tewas kehabisan napas. Chauvin telah dicopot dari kesatuannya dan dituntut bersalah atas dua pasal pembunuhan.

Sumber: Reuters

Antara

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin