Surabaya, Aktual.com – Belum lama beredar berita Menteri BUMN Erick Thohir memberi target kepada Direksi Pertamina yang baru diangkat agar melakukan IPO sub-holding Pertamina untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Menanggapi hal ini, Guru Besar ITS, Prof. Mukhtasor, mengingatkan agar Menteri BUMN berorientasi untuk menyelesaikan masalah, bukan memicu masalah baru.
Dalam konteks transparansi dan akuntabilitas BUMN, Mukhtasor menunjukkan pengalaman Kementrian BUMN yang gagal menggunakan instumen IPO atau swastanisasi.
“Apakah Erick Thohir sudah lupa? Garuda sejak lama sudah IPO. Tapi toh skandal rekayasa laporan keuangan dan penyelundupan juga masih bisa terjadi. Janganlah justru swastanisasi dijadikan solusi buat BUMN Energi yang merupakan cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Itu tidak konstitusional,” kata Mukhtasor yang pernah menjabat sebagai Anggota Dewan Energi Nasional (2009-2014) ini menekankan.
“Maka kalau anak usaha Pertamina atau sub-holding atau apapun istilahnya akan dijual ke swasta, janganlah menggunakan lagi-lagi alasan transparansi dan akuntabilitas. Lantas apa alasan yang sebenarnya? Apakah misalnya karena grup pengusaha swasta atau para mafia sudah mengincar saham di anak usaha atau sub-holding Pertamina atau karena apa?,” demikian disampaikan pria yang pernah bekerja sebagai Penasehat Ahli untuk Direktur Utama Pertamina 2015-2016 ini.
Mukhtasor menilai langkah Kementrian BUMN dalam swastanisasi Pertamina ini sangat sistematis. Diawali dengan restrukturisasi, membuat holding dan sub-holding. Selanjutnya menjual saham sub-holding tersebut ke swasta.
“Kita ingat pada 2014 Capres Jokowi pernah janji akan membeli kembali BUMN Indosat dan itu tidak terlaksana. Lalu saat ini justru akan menjual BUMN yang lain, apakah ini tidak terbalik-balik?” Mukhtasor menegaskan.
Dalam upaya perbaikan BUMN, Mukhtasor sepakat bahwa soal transparansi dan akuntabilitas harus diperbaiki. Untuk itu dia mengajukan solusinya.
“Jika Erick Thohir berasumsi bahwa transparansi dan akuntabilitas itu artinya harus melibatkan fihak swasa di BUMN, sesungguhnya Kementrian BUMN perlu lebih dulu memberi contoh. Kementrian BUMN harus terbuka dan bertanggungjawab atas sumber persoalan yang terjadi di BUMN, mulai peran para mafia, menggunungnya kerugian, buruknya tatakelola dan sebagainya,” tegasnya lagi.
Untuk itu, kata Mukhtasor bagaimana kalau Kementrian BUMN lebih dulu dibubarkan? Lalu pengelolaan BUMN dilakukan oleh lembaga independen dibawah Presiden dan diisi oleh unsur-unsur yang kredibel dari wakil masyarakat, kalangan profesional, pakar tatakelola bisnis, akademisi atau pakar yang mengerti politik perekonomian menurut pasal 33 UUD 1945 dan wakil Pemerintah atau kementrian terkait. Itu lebih penting untuk transparansi dan akuntabilitas.
“Itu juga lebih relevan mengingat sumber masalah paling berat bagi BUMN itu justru ketika masalah itu datangnya dari Kementrian BUMN itu sendiri. Misalnya, tatakelola yang buruk di Kementrian BUMN yang ditandai dengan sebentar-sebentar bongkar pasang direksi Pertamina.” demikian Mukhtasor mengakhiri.