Jakarta, Aktual.co — Ketua Eksekutif Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Ridwan Darmawan menilai pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla melakukan blunder besar sekaligus menjatuhkan wibawanya di depan rakyat Indonesia.
Blunder ini terjadi jika wacana pemberian remisi bagi terpidana tindak pidana korupsi nantinya benar-benar dilakukan. Wacana ini terus menggelinding setelah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menyampaikannya ke publik.
“Ini akan menjadi blunder besar pemerintahan Jokowi-JK. Blunder karena jelas sekali bertentangan dengan konsep dan program Nawacita,” kata Darmawan kepada Aktual.co, Selasa (17/3).
Dia pun menyinggung bagaimana poin dua dan poin empat program Nawacita Jokowi-JK. Bahwa kebijakan yang diambil akan dipertanggjawabkan langsung kepada pemilihnya yang mendukungnya pada Pemilihan Presiden 2014 lalu.
Menurut Darmawan, wacana pemberian remisi koruptor ini sekaligus menyempurnakan dugaan publik bahwa sikap atau kepemimpinan Jokowi tidak tegas. Ditambahkan pula bagaimana sikap Presiden terkait konflik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri beberapa waktu lalu.
Padahal, harapan sebagian besar rakyat Indonesia kepada Jokowi dibanding Prabowo Subianto pada Pilpres 2014 adalah akan adanya keteladanan kepemimpinan dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Jokowi mampu merepresentasikan minimal dalam imajinasi pemilih sebagai tokoh sentral yang menjadi harapan pemimpin yang siap menjadi garda depan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu, tanpa tedeng aling-aling,” kata Darmawan.
Kini, tumpukan harapan publik itu dalam penilaiannya mulai memudar. Alih-alih mencari cara dan mekanisme untuk menggempur kekuatan korupsi dengan memupus dan memutus penyakit kronis bangsa Indonesia, pemerintahan Jokowi yang baru seumur jagung justru memilih berdamai dengan koruptor. “Ini blunder besar Jokowi,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu

















