Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mengatakan nasib para pekerja migran Indonesia (PMI) yang kembali ke dalam negeri atau purna-PMI harus diperhatikan pemerintah.
Menurut dia, dirinya sering menemukan pekerja perempuan asal Indonesia yang bekerja di luar negeri di sektor domestik sebagai pembantu rumah tangga.
“Lalu saat bekerja kembali di Tanah Air, nasib mereka tetap sama, bekerja sebagai pembantu rumah tangga,” kata Jazilul dalam diskusi Empat Pilar MPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.
Menurut dia, para purna-PMI tersebut ketika kembali di Indonesia perlu mendapatkan pelatihan ketrampilan sehingga diharapkan kehidupannya menjadi lebih baik.
Oleh karena itu, Jazilul mempertanyakan ada atau tidak anggaran untuk memberi pelatihan dan perhatian kepada para pekerja migran yang kembali ke Tanah Air.
Dia mengatakan terkait nasib para PMI, dirinya mengutip ungkapan yang pernah disampaikan Presiden pertama RI Soekarno bahwa “kita bukan bangsa kuli dan bukan kuli di antara bangsa-bangsa”.
Selanjutnya, dirinya mengutip Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Politikus PKB itu mengatakan suatu negara bisa dikatakan maju atau tidak, itu bisa diukur dari jumlah pengangguran yang ada.
“Apabila pengangguran di suatu negara tinggi maka negara itu bisa dikatakan tidak maju,” katanya.
Dalam diskusi tersebut, anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Rachmad Handoyo menilai nasib para purna-PMI memang perlu diperhatikan.
Dirinya pernah berkunjung ke salah satu daerah, pemerintah daerah itu memberi pelatihan kepada mereka yang tidak lagi bekerja di luar negeri.
“Mereka diberi pelatihan membuat makanan yang bisa dijual,” ujarnya.
Dia menilai berbagai berita sukses perjuangan para purna-PMI perlu disebarluaskan, misalnya dirinya pernah melihat seorang yang pernah bekerja di Jepang, dengan modal yang didapat digunakan untuk usaha di kampung halaman.(Antara)