Jakarta, Aktual.co β Kisruh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (alias Ahok) dengan DPRD DKI Jakarta terus bergulir. Pasalnya, kabar tersebut kali pertama berawal dari pembahasan evaluasi dokumen Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI 2015.
Dimana orang nomor satu DKI Jakarta satu ini, menuding banyak oknum DPRD telah menyodorkan anggaran tak terduga senilai Rp. 12,1 triliun yang dianggap tidak masuk akal.
Ketika menyikapi persoalan ini, sikap emosional yang meledak-ledak yang ditunjukkan Ahok akhirnya memberikan komentar dari berbagai kalangan masyarakat. Salah satunya Psikolog, Dinda Ardita, M.Psi. Ia mengatakan apa yang disampaikan Gubernur DKI, Jakarta ini merupakan sikap manusiawi seorang pemimpin melihat banyaknya ketidaksesuaian yang terjadi di lapangan pada umumnya.
“Kalau dari kacamata saya, apa yang dilakukan sama pak Ahok masih sangat manusiawi. Karena setiap orang memiliki logika dan emosi. Tetapi semua itu harus, seimbang dengan makna dan penyampaiannya,β terang psikolog lulusan 2010 Universitas Indonesia ini kepada Aktual.co, saat ditemui di kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan, Senin (16/3).
“Selain itu, setiap manusia ada plus minus-nya dan apa yang diutarakan orang nomor satu DKI Jakarta itu, saya rasa sudah dipikirkan. ” sambungnya.
Namun demikian, Psikolog yang memiliki satu anak tersebut menepis jawaban. Apakah perilaku keras yang selama ini ditunjukkan Ahok merupakan hal yang pantas? Di sisi yang lain, banyak masyarakat melihat Ahok sebagai pemimpin yang seharusnya mengayomi banyak orang.
“Saya rasa, kalau untuk yang satu ini nggak bisa dinilai dari situ. Karena untuk posisi Gubernur, dinilainya bisa dari personality, cara kerja, idealisme. Jadi memang ada orang lain yang pantas menilainya. Yang jelas, sebagai pemimpin itu harus ada emosional tapi juga harus terpikir, ” ungkap perempuan kelahiran Jakarta 28 April 1985 tersebut.
“Sebagai contoh masyarakat kita pendidikan-nya belum semuanya sama sebagai Sarjana. Tetapi kan ada juga masyarakat yang berpendidikan rendah. Jadi tinggal bagaimananya kita menyampaikan kepada mereka dan harus memilah-milah. Agar apa yang kita samapaikan ke mereka bisa sampai tanpa perlu emosional.β
βDan jangan kaget, kalau melihat pak Ahok itu sering gusar. Memang sih nggak enak kalau dilihat seperti itu terus. Faktor culture yang kental biasanya masih kebawa. Jadi beda dengan kita orang Jawa, misalnya. Setahu saya kalau orang Tiongkok bilang sayang dibilangnya lu. Makanya, kita jangan langsung tersinggung kalau mereka harus menyebutkan seperti itu, “tukasnya.
Artikel ini ditulis oleh:

















