Jakarta, Aktual.com – Pakar Hukum Bisnis Universitas Airlangga Budi Kagramanto mengatakan langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang meminta 12 Manajer Investasi (MI) yang menjadi tersangka korporasi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di PT Jiwasraya untuk mengikuti inisiatif pengembalian dana seperti yang dilakukan oleh PT Sinarmas Asset Management (Sinarmas AM), bisa menimbulkan masalah karena dinilai tidak memiliki dasar hukum.
Menurut Budi, tidak ada aspek yuridis dan dasar hukum terkait pengembalian uang dikarenakan persidangan perkara Jiwasraya masih berjalan dan belum selesai maupun berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
“Dasar pertimbangan Kejaksaan Agung minta dana itu apa. Sementara pemeriksaan perkara belum selesai, dan baru sampai pemeriksaan saksi-saksi,” ujar Budi dalam keterangan di Jakarta, Rabu(22/7).
Dengan mengembalikan uang, lanjut Budi, seolah-olah 13 MI yang ditetapkan menjadi tersangka sudah mendapat stigma bersalah oleh pengadilan.
Budi juga mempertanyakan peruntukan dana yang dikembalikan oleh MI. Begitu pun mekanisme pengembalian maupun tanggung jawab dari Kejaksaan Agung jika nanti ketika putusan pengadilan menyatakan MI tidak bersalah.
“Ketika sidang selesai, dan uang itu harus dikembalikan lagi ke MI, tapi nilainya sudah menyusut, lalu apa sanksi untuk Kejaksaan Agung. Ini bisa menjadi bumerang,” kata Budi.
Pengembalian seluruh pokok investasi juga dinilai bisa menjadi petaka bagi industri reksa dana. Pasalnya di industri reksa dana tidak dikenal adanya jaminan terhadap pokok investasi. Sekalipun produk tersebut reksa dana terproteksi.
“Tidak hanya investor atau nasabah di Jiwasraya saja, berarti setiap nasabah di perusahaan asuransi lain juga bisa meminta uangnya dikembalikan utuh jika merugi. Padahal seperti diketahui, saat ini investasi di industri pasar modal sedang rontok. Jadi multiplier effect dari keputusan ini sangat besar,” kata Budi.
Sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di industri reksa dana tidak dikenal adanya penjaminan dana nasabah. Bahkan beberapa perusahaan pengelola dana yang terbukti menjual reksa dana dengan menjanjikan imbal hasil tertentu kepada nasabah, produknya langsung dibubarkan oleh OJK.
Menurut Budi, yang harus menjadi perhatian oleh Kejaksaan Agung di pengadilan seharusnya mengenai proses ketika Jiwasraya membelanjakan atau menempatkan dana nasabah atau pemegang polis ke produk investasi reksa dana apakah sesuai mekanisme yang benar atau tidak. Belum lagi harga saham yang fluktuatif, juga harus jadi pertimbangan negara.
“Kalau memang ada pelanggaran, OJK mestinya juga bertindak. Tapi ini OJK tidak melakukan apapun, yang bereaksi dan mengembalikan dana justru Kejagung,” ujar Budi.
Seperti diberitakan, Sinarmas AM telah mengembalikan upah sebagai manager investasi dan seluruh dana pokok investasi Jiwasraya di Sinarmas AM. Pengembalian dilakukan dalam dua tahap. Sebesar Rp3 miliar pada Maret 2020, dan Rp73,93 miliar pada 7 Juli 2020.
Sejatinya dalam pengembalian dana investasi Jiwasraya tersebut Sinarmas AM ikut nombok. Sebab nilai real atau mark to market investasi Jiwasraya di Sinarmas AM, saat ini nilainya mengalami penurunan menjadi Rp 40 miliar. Upaya Sinarmas AM mengembalikan dana investasi Jiwasraya itu tidak serta merta akan membebaskan perusahaan itu dari status tersangka korporasi.
“Sinarmas mengembalikan kerugian negara ini sesuai yang diperhitungkan badan pemeriksa keuangan (BPK). Ini sebagai bagian penyelesaian perkara dalam penyidikan Jiwasraya,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Ali Mukartono beberapa waktu lalu.
Uang tersebut menurut Kejagung menjadi titipan jika suatu hari perusahaan harus memenuhi kewajiban atas putusan pengadilan.
Saat ini unit penyertaan Jiwasraya di berbagai produk reksa dana yang dikelola 13 MI belum dilakukan penebusan atau “redemption”. Sehingga, meskipun underlying investasi berbagai jenis produk reksa dana tersebut mengalami penurunan akibat kondisi pasar modal dan efek pandemi COVID-19, statusnya masih “potensial loss”.(Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Warto'i