Surabaya, Aktual.co — Anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang bertengger di atas Rp13.000 membuat industri pelayaran nasional terancam gulung tikar. Pasalnya, di saat rupiah terus melemah, kebijakan-kebijakan baru pemerintah yang justru merugikan pelayaran.

“Kalau nilai tukar Rupiah terus melemah di atas level Rp13.000 dampak paling terasa adalah harga sparepart kapal dan Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebab, sparepart kapal berasal dari impor bahkan mengalami kenaikan 30 persen,” ujar Ketua Masyarakat Maritim Jawa Timur, Lukman Ladjoni, kepada Aktual di Jakarta, Senin (16/3).

Sementara soal BBM, lanjutnya, para perusahaan pelayaran sebagian besar menggunakan BBM impor. Pasalnya, ketika melakukan pelayaran ke luar negeri, perusahaan membutuhkan stok besar. Apalagi, satu kali kapal beroperasi, 60 persen pengeluarannya justru dari BBM. Dengan dua faktor tersebut, kondisi pelayaran sudah tidak menentu.

“Saat ini, kondisi pelayaran itu seperti hidup segan, mati tak mau,” tambahnya.

Terlepas dua faktor tersebut, ada kebijkan baru dari pemerintah per Maret 2015. Bahwa pemilik kapal diwajibkan mengikuti asuransi bangkai kapal yang disediakan dirjen perhubungan laut. Perusahaan setiap tahun harus membayar asuransi minimal 15.000 dolar untuk ukuran kapal paling kecil. Jika tidak mengikuti asuransi yang disediakan pemerintah, maka kapal tersebut tidak akan mendapat pelayanan pelayaran dan dilarang beroperasi.

“Padahal kita sudah ikut asuransi selain yang disediakan pemerintah. Dan rata-rata pengusaha kapal sudah ikut asuransi, dan asuransinya itu juga sesuai prosedur hukum pelayaran internasional, dan menyangkut semua aspek,” lanjutnya.

Ketika tidak ada kebijakan asuransi yang ditunjuk pemerintah, lanjutnya, biasanya pengusaha kapal akan menyerahkan bangkai kapal yang karam kepada pengusaha besi tua. Oleh pengepul besi tua, kapal akan disingkirkan dan pemilik kapal diberi ganti rugi.

“Sebelumnya juga bisa diserahkan ke pemerintah. Pemerintah akan menyingkirkan bangkai kapal yang karam dan biayanya dari pemilik kapal. Kalau pemilik kapal tidak punya dana, maka bangkai akan dijual, dan hasilnya diberikan ke pemerintah,” pungkasnya.

Oleh sebab itu, Lukman Ladjoni berharap agar pemerintah termasuk menteri perhubungan, Ignatius Jonan, harus berpikir ulang sebelum memberikan keputusan atau kebijakan baru. Sebab, kewajiban asuransi pilihan pemerintah dan turunnya rupiah sangat mematikan industri pelayaran termasuk galangan kapal.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka