Jakarta, Aktual.com – Kabar mengkhawatirkan mengenai perkembangan penyebaran serta penanganan virus corona di DKI Jakarta menyeruak pada Jumat (24/7).

Siang itu Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengonfirmasi adanya klaster baru penyebaran virus corona tipe baru (COVID-19) di perkantoran. Informasi ini segera menyebar di masyarakat dan mendapat tanggapan beragam.

Inti dari informasi itu, sejumlah perkantoran baik swasta ataupun milik pemerintah di Ibu Kota telah melaporkan adanya kasus paparan COVID-19. Di Jakarta, munculnya klaster COVID-19 seperti gelombang yang silih berganti.

Sebelumnya muncul klaster-klaster di permukiman, lalu di pasar tradisional yang menyebabkan penutupan aktivitas dalam beberapa hari. Kini muncul klaster di perkantoran.

Namun demikian, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti belum merinci perkantoran mana saja yang ada kasus positif COVID-19 dan berpotensi menjadi klaster baru penyebaran COVID-19.

Dia berterus terang tidak hafal kantor mana saja serta berapa kasus baru yang sudah terkonfirmasi. Tetapi yang pasti kasus itu ada di perkantoran (pemerintah) pusat, internal Pemprov DKI, BUMN, kementerian, lembaga, kantor swasta dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di DKI.

“Mereka sudah melaporkan,” kata Widyastuti yang juga tidak menyebutkan jumlah kasus di perkantoran di Jakarta

Dari sikap itu tampaknya ada dua kemungkinan; jumlahnya memang terlalu banyak sehingga tak mudah dihafal atau sengaja tidak dibuka untuk menghindari keresahan yang meluas di kalangan orang-orang yang selama ini bekerja di perkantoran.

Tutup Sementara
Dengan adanya klaster kasus positif di perkantoran tersebut, maka harus diterapkan perlakuan tertentu. Yakni menutup sementara aktivitas di gedung perkantoran yang ditemukan kasus COVID-19.

Selanjutnya dilakukan disinfeksi dengan cairan disinfektan. “Yang pasti dilakukan disinfeksi. Itu jadi kegiatan rutin seharusnya,” kata dia.

Selain meja, kursi dan peralatan, disinfeksi juga harus mencakup area yang sering dipegang banyak orang. Misalnya gagang pintu, tombol lift hingga toilet.

Dinkes DKI juga meminta perkantoran menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Perkantoran harus menjalankan protokol kesehatan sesuai dengan Pergub 51 Tahun 2020.

Selanjutnya selalu berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk mengkoordinasikan setiap perkembangan. Jika dalam satu instansi, perkantoran hingga komunitas ditemukan kasus positif langsung diinvestigasi.

Dinas Kesehatan telah melakukan pengecekan di berbagai perkantoran sebelum wabah in diumumkan mendera Jakarta pada 2 Maret 2020. Hasilnya, protokol kesehatan sebenarnya sudah dilakukan secara baik di perkantoran.

Lantas darimana virus ini masuk perkantoran? Kemungkinan penularan tersebut berasal aktivitas individu di luar gedung.

Penularan bukan semata dari dalam gedung, tapi juga dari permukiman atau lingkungan selama perjalanan dari dan ke rumah. Pun demikian sebaliknya saat perjalanan dari dan ke kantor.

Karena itu, protokol kesehatan melekat pada setiap individu dan pada saat mereka berprilaku sosial di luar kantor itu. Contoh di luar kantor saat jam istirahat untuk makan dan pada saat makan.

“Kan pasti buka masker dan berhadap-hadapan. Itu berisiko,” ujarnya.

Tempat Tinggal
Kemudian, klaster perkantoran juga kemungkinan bermula dari komunitas atau lingkungan tempat tinggal. Pada saat kembali ke lingkungan, mungkin protokol kesehatan tidak terjaga.

Identifikasinya, klaster perkantoran itu sumber penularannya dari berbagai pihak. Bisa dari internal di dalam gedung atau kegiatan sosial di saat istirahat atau pulang kantor hingga di perjalanan atau aktivitas lainnya di luar kantor.

Selain aktivitas di luar kantor, di perjalanan maupun di lingkungan tempat tinggal, kontak langsung antar orang dalam pelayanan publik juga memungkinkan terjadinya potensi penularan.

Pelayanan publik yang antre panjang memungkinkan orang lelah lalu melupakan jaga jarak atau melepas masker. Selama antre berkeringat dan semua ingin cepat dilayani sehingga berpeluang terjadi desak-desakan.

Situasi itu berpotensi terjadinya penyebaran virus dari orang tanpa gejala. Sebut saja di Kantor Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, terdapat satu pegawai Pelayanan Satu Pintu Terpadu (PTSP) yang terdeteksi positif COVID-19.

Camat Kembangan Joko Mulyono mengatakan satu pegawai positif COVID-19 terdeteksi dari tes usap mandiri, setelah menjalani tes cepat di Kantor Wali Kota Jakarta Barat dengan hasil reaktif. PTSP merupakan institusi yang berkaitan dengan pelayanan publik, seperti perizinan.

Di Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, dua aparatur sipil negara (ASN) terkonfirmasi positif COVID-19 usai mengikuti tes usap susulan di Puskesmas setempat.

Camat Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Andri Ferdian saat dikonfirmasi
membenarkan salah satu ASN yang terkonfirmasi positif itu adalah Sekretaris Kecamatan Cempaka Putih. Satu ASN lainnya adalah petugas dari Satuan Pelaksana Perhubungan Kecamatan.

Penyemprotan
Berdasarkan kondisi itu, ruangan para ASN yang positif terinfeksi virus SARS-CoV-2 itu segera dilakukan penyemprotan disinfektan. Keduanya juga melakukan isolasi mandiri.

Sedangkan empat pegawai di Kantor Wali Kota Jakarta Barat dinyatakan positif COVID-19 berdasarkan tes cepat dan tes usap pada Rabu (8/7).

Hasil itu didapat dari 862 peserta tes cepat yang diadakan Badan Intelijen Negara (BIN). Kemudian dilakukan tes usap pada 17 orang yang dinyatakan reaktif dengan hasil empat positif.

Menurut Wali Kota Jakarta Barat Rustam Effendi, jika empat pegawai itu berada di Kantor Wali Kota Jakarta Barat, maka penutupan sementara hanya dilakukan di lantai tempat orang itu bekerja.

“Kantor ini kan luas. Ada banyak blok. Kami akan tutup satu lantai tempat mereka bekerja,” kata Rustam.

Namun jika yang terkena merupakan pegawai kelurahan atau kecamatan, maka kantor tersebut akan ditutup sementara selama tiga hari. Hal itu karena kantor yang kecil dianggap tidak memungkinkan untuk sterilisasi sebagian ruangan.

Pembatasan kapasitas
Munculnya klaster penularan virus yang bermula dari Wuhan (China) itu mendapat perhatian serius dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria (Ariza).

Ariza berharap perkantoran menaati protokol kesehatan di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) agar tak menjadi klaster baru penyebaran COVID-19. Terjadinya klaster di perkantoran mengindikasikan ketidaktaatan pada protokol kesehatan.

Ariza juga mengharapkan perkantoran mematuhi berbagai regulasi, termasuk pembatasan kapasitas orang sebanyak 50 persen per hari operasi demi terkendalinya pandemi ini.

Apabila ada yang tidak patuh atau melanggar akan tindak, diberikan teguran tertulis, tutup sementara, bahkan dicabut izinnya. Beberapa restoran yang terbukti melebihi kapasitas sudah kami denda sebesar Rp25 juta.

Pemprov DKI meminta kantor yang diketahui ada kasus positif COVID-19 untuk ditutup sementara demi keperluan disinfeksi. Pemprov sudah melakukan sosialisasi, dialog dan lainnya kepada berbagai unit kegiatan atau profesi untuk lebih taat, patuh dan disiplin.

Adanya klaster baru di perkantoran ini menjadi perhatian serius. “Meski jenuh, bosan kita minta kepada seluruh unit kegiatan agar tetap fokus, disiplin dan melakukan 3M,” katanya.

Yang dimaksud, yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, kemudian menjaga jarak aman.

Untuk sektor usaha, Ariza meminta pimpinan usaha, pemilik dan lain sebagainya untuk mengatur lebih ketat jam kantor mulai dari masuk, istirahat hingga pulang.

Selama ini jedanya dua jam dan mungkin bisa ditambah jadi tiga jam. Pergub sudah mengatur sedemikian detil termasuk surat edaran dari pihak terkait.

Tapi sekali lagi, semua keberhasilan ini terletak pada kesadaran semua sebagai warga. “Dimanapun kita berada harus memberi contoh yang baik,” katanya.

Menurut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, hingga Kamis (23/7) Jakarta memiliki “positivity rate” sebesar 5,3 persen. “Positivity rate” merupakan persentase kasus positif COVID-19 dibanding total jumlah yang diperiksa.

“Seminggu ini ‘positivity rate’ Jakarta adalah 5,3 persen. Artinya kita di ambang batas, masih di sekitar 5 persen,” kata Anies.

Tingkat “positivity rate” itu dinilai masih termasuk wajar meski sedikit melebihi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Dengan masih tingginya “positivity rate” dan munculnya klaster baru di perkantoran, masyarakat jangan menganggap enteng persoalan ini hingga terlambat dan sadar ketika anggota keluarga menjadi korban virus corona.(Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Warto'i