Jakarta, Aktual.com – Kementerian Badan Usaha Milik Negara meminta tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk sejumlah perusahaan pelat merah di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2021. Jumlah penambahannya mencapai Rp30,78 triliun, untuk melengkapi PMN sebelumnya yang sebesar Rp37,5 triliun.

Dalam rapat dengar pendapat dengan komisi VI DPR RI pada Kamis (3/9/2020), Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan penambahan ini akan dialokasikan kepada delapan perusahaan milik negara.

Penambahan pertama diberikan kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN sebesar Rp15 triliun. Sehingga dengan alokasi awal sebesar Rp5 triliun, perusahaan stroom ini akan mendapat tambahan modal Rp20 triliun.

“Tujuan penggunaan untuk melaksanakan penugasan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan,” kata Ercik.

Usulan kedua kepada PT Hutama Karya (Persero) Tbk sebesar Rp8,8 triliun. Dengan alokasi PMN awal sebesar Rp6,2 triliun, maka tambahan modal yang akan diberikan mencapai Rp15 triliun. Nantinya PMN tersebut akan digunakan untuk melaksanakan penugasan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).

Penambahan juga diberikan kepada PT Kawasan Industri Wijayakusuma (Persero) sekitar Rp500 miliar, dengan alokasi PMN awal sebesar Rp1 triliun. Suntikan ini dapat mendukung Proyek Strategis Nasional (PSN) dan pengembangan Kawasan Industri Batang di Jawa Tengah.

PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau ITDC yang semula mendapat PMN Rp500 miliar, kini diusulkan mendapat tambahan Rp500 miliar, sehingga menjadi Rp1 triliun. Salah satu alasannya guna mempercepat pembangunan sirkuit Mandalika.

Sisanya, penambahan diberikan kepada BUMN yang sebelumnya tidak mendapatkan alokasi PMN. Perumnas diusulkan mendapat suntikan dana sebesar Rp1,5 triliun untuk meningkatkan permodalan sebagai bagian dari program restrukturisasi.

Selain Perumnas, BUMN konstruksi PT Adhi Karya (Persero) Tbk, yang juga tidak mendapat PMN diusulkan mendapat tambahan modal sekitar Rp1,5 triliun. “Tujuan penggunaannya untuk mendukung penyelesaian pembangunan proyek LRT Jabodebek,” katanya.

Di bidang farmasi, PT Bio Farma (Persero), diusulkan mendapat dana PMN Rp2 triliun. Erick mengatakan dana ini dibutuhkan untuk pembangunan pabrik bahan baku masker yang saat ini masih diimpor.

Terakhir, PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI yang diusulkan untuk mendapat PMN sebesar Rp1 triliun. Pendanaan ini menurutnya sebagai bagian dari pembangunan ketahanan pangan pemerintah.

Erick mengatakan, dana ini dibutuhkan untuk penambahan lahan sawah serta kebutuhan perikanan dengan membangun gudang, cold storage dan pabrik es.

Selain delapan BUMN tersebut, pemerintah juga akan tetap memberi PMN kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) Rp20 triliun, PT PAL Indonesia (Persero) Rp1,28 triliun, dan PT Pelindo III (Persero) Rp1,2 triliun.

Jika keseluruhan pagu anggaran awal dan tambahan disepakati, maka pemerintah akan menyalurkan dana sebesar Rp65,96 triliun kepada 11 BUMN. Akan tetapi, menurut Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, angka tersebut masih belum mendapatkan persetujuan dari Komisi VI DPR.

“Belum diputuskan,” katanya ketika dikonfirmasi Lokadata.id, Jumat (4/9/2020).

Selektif dan perlu pengawasan

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai pemberian PMN dalam rangka pemulihan ekonomi akibat pandemi sah-sah saja.

Asalkan BUMN yang menerima PMN tersebut diseleksi secara ketat oleh pemerintah. Menurutnya pemberian PMN harus diprioritaskan kepada BUMN yang benar-benar terdampak pandemi, semisal BUMN yang bergerak di bidang pariwisata.

“Tidak masalah, tetapi proses pemberian PMN harus dilakukan secara selektif, tidak bisa asal memberikan PMN,” jelasnya.

Menurut dia, pemberian PMN juga dapat diberikan terhadap kelompok BUMN yang termasuk sektor strategis. Terlebih terhadap perusahaan yang secara kinerja bagus tetapi terkoreksi pertumbuhannya akibat pandemi.

Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengapresiasi pemberian PMN oleh pemerintah kepada BUMN guna mengatasi dampak pandemi Covid-19. Toto menilai pemberian PMN seperti angin segar agar BUMN strategis dapat terus bergerak menumbuhkan perekonomian sekaligus melayani kebutuhan hajat hidup publik.

“PNM akan meningkatkatkan kemampuan empowering masyarakat di akar rumput. Diharapkan efek snowball bagi bergulirnya kembali ekonomi,” jelasnya.

Di sisi lain, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov merasa tidak setuju dengan penambahan pos anggaran PNM bagi BUMN pada 2021.

Alasannya, setoran dividen dari BUMN yang terus turun tiap tahunnya sementara suntikan negara terus meningkat. Lama-kelamaan menurut Abra BUMN akan membebani APBN.

Abra juga berpendapat seharusnya momentum ini dapat membuat BUMN lebih adaptif agar tetap dapat tumbuh dan tidak mengandalkan suntikan modal tiap tahunnya. Di satu sisi, pemerintah pun harus memastikan supaya eksekusi di tingkat BUMN tepat sasaran.

“Penerima PNM ini harus diawasi secara khusus, jangan sampai dana ini digunakan agar BUMN tersebut dapat bertahan. Sementara dampak ekonominya tidak ada,” tegasnya.

Sepakat dengan Abra, menurut Toto aspek pengawasan dalam pelaksanaan PNM menjadi penting. Efektivitas penggunaan dana PNM menurutnya tergantung monitoring dan evaluasi yang dilakukan KemenBUMN.

Jika dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan ataupun pelambatan harus segera ditangani KemenBUMN. Lantaran kualitas birokrasi yang handal serta cepat tanggap sangat diharapkan dalam periode ini.

“Karena sifatnya urgent dan extraordinary maka ketegasan dan konsistensi kebijakan bersifat mandatory,” katanya.

Sebelumnya, dalam Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN TA 2021, pemerintah mengatakan pemberian PMN ini dilakukan agar dapat membantu BUMN yang sedang menghadapi tekanan keuangan akibat pandemi Covid-19.

Selain itu pemberian PMN juga diharapkan dapat menguatkan kuasi fiskal (SMV, BUMN, SWF) melalui dukungan pembiayaan. Langkah ini juga ditujukan agar meningkatkan efektivitas pembiayaan bagi Koperasi UMKM, Ultra Mikro dan pembiayaan perumahan bagi MBR untuk akselerasi pemulihan ekonomi dan penguatan daya tahan. (Lokadata)

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin