Jakarta, Aktual.co — Depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS yang mencapi level tertingginya diindikasikan beberapa pihak bahwa Indonesia kembali mengalami krisis moneter seperti tahun 1998 dan 2008. Meskipun, pemerintah dengan tegas mengatakan bahwa depresiasi Rupiah kali ini berbeda dengan krisis moneter saat itu, namun sejumlah pihak nampaknya masih diselimuti kekhawatiran akan hal tersebut.
Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) dinilai sebagai salah satu cara penghilang kekhawatiran masyarakat akan krisis moneter. Dengan adanya UU JPSK, stabilitas sistem keuangan akan lebih terjamin, pasalnya UU JPSK sendiri memiliki payung hukum dan antisipasi yang kuat bila krisis moneter terjadi. “Keberadaan UU JPSK itu sangat penting untuk memperjelas peranan masing-masing lembaga keuangan,” ujar Direktur Departemen Komunikasi BI, Peter Jacobs saat dihubungi Aktual.co, Jumat (13/2).
Menurut Peter, UU JPSK dapat melandasi pengaturan skim asuransi simpanan, mekanisme pemberian fasilitas pembiayaan darurat oleh bank sentral (lender of last resort), serta kebijakan penyelesaian krisis. “JPSK pada dasarnya lebih ditujukan untuk pencegahan krisis, tapi mekanismenya juga bisa digunakan untuk penyelesaian krisis sehingga tidak menimbulkan biaya yang besar pada perekonomian.”
Namun, Peter mengatakan BI dalam hal hanya sebagai narasumber untuk pengajuan RUU JPSK tersebut. “Inisiatif tetap dari pemerintah dan DPR.”
Sebelumnya, seperti dilansir hukumonline.com, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa pemerintah ingin prosedur menjaga stabilitas sistem keuangan menjadi lebih jelas dengan adanya UU JPSK. “Dan yang paling penting jangan ada kebijakan diskriminalisasi,” tegasnya.
Bambang juga mengatakan dalam RUU JPSK terbaru telah tercantum pasal-pasal agar penentuan bank berdampak sistemik tidak dilakukan ketika krisis ekonomi terjadi. Pasalnya, hal tersebut berpotensi menimbulkan moral hazard. “Jangan menentukan suatu bank sistemik ketika krisis, karena sangat berbahaya. Ini bisa menimbulkan pertanyaan berbagai pihak kenapa sistemik, padahal sebelumnya tidak apa-apa,” pungkasnya.
Untuk diketahui, pada tahun 2008 pemerintah pernah mengajukan RUU JPSK, namun DPR menolak pembahasan RUU tersebut dengan alasan lemahnya definisi kesulitasn keuangan dalam sektor keuangan dan perbankan yang menimbulkan krisis sistemik. Selain itu, kalangan DPR menolak RUU JPSK yang diajukan pemerintah karena dianggap memberikan hak kekebalan hukum bagi pejabat pemerintah, serta belum jelasnya skema penyelamatan suatu bank yang menjadi sumber krisis.
Artikel ini ditulis oleh:

















