Jakarta, Aktual.co — Tak hanya dirasakan oleh pelaku pasar modal, dampak melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pun turut dirasakan oleh pengrajin tempe dan tahu. Hal tersebut dikarenakan harga bahan baku tempe-tahu yakni kedelai khususnya kedelai impor mulai melonjak. Tak heran mengapa komoditi ini begitu bergantung pada nasib nilai tukar rupiah , pasalnya bahan baku utama kedelai sebagain besar masih impor.
Berdasarkan hasil pantauan di sejumlah pasar di nusantara, harga kedelai mengalami kenaikan Rp 500 hingga Rp 1000 per kilogram. Para pengrajin di Tasikmalaya, Jawa Barat misalnya, mulai mengeluhkan harga bahan baku tempe-tahu yang merangkak naik hingga Rp 700 per kilogram. Biasanya perajin membeli kedelai dengan harga RP.6800 menjadi 7700 per kilogram.
Sementara itu di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), harga kedelai naik Rp 1000 per kilogramnya. “Saat ini, harga kedelai per kilogramnya Rp 8.000, sebelumnya hanya Rp 7.000. Perkilogramnya naik Rp 1.000,” kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdangangan dan Koperasi Pemkab Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sulistiyanto kepada wartawan , baru-baru ini.
Di Jakarta sendiri, harga beli kedelai sama dengan di daerah lain, yakni berkisar antara 7.500 hingga 8 ribu rupiah per kilogram. Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia atau Gakoptindo, tahun 2014 lalu mengimpor lebih dari 30 ribu ton kedelai. Ketergantungan akan kedelai impor dirasakan, karena kedelai lokal, selain lebih kecil, juga kurang baik untuk diolah menjadi tahu tempe
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, bahwa gejala kenaikan harga tempe-tahu bisa dilihat dari mulai langkanya dua lauk nabati itu di pasaran.
“Secara otomatis, harga akan naik, tapi mungkin nanti, indikasinya sekarang adalah pasokan yang mulai langka. Karena kalau harga kedelai akan naik, ya memang begitu jadi langka,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (13/3)
Dalam hal ini, Aip memprediksikan kenaikan harga kedelai akan mencapai 10 hingga 15 persen. “Kenaikan harga kedelai mungkin berkisar 5-10 persen. Tentu ini akan berpengaruh juga pada harga tempe dan tahu. Kenaikannya mungkin akan mengikuti kemudian,” imbuhnya.
Menurut beberapa pengrajin usaha tempe dan tahu, kenaikan harga bahan baku tersebut cukup mempersulit kondisi para pengusaha kecil menengah, sehingga beberapa rumah produksi tahu dan tempe memilih mengurangi jumlah tenaga kerja. Bahkan mereka bersiasat memperkecil ukuran produksi serta mengistirahatkan sebagian tungkunya guna menutup kekurangan biaya operasional setiap hari.
Dalam hal ini, Aip berharap pemerintah segera melakukan swasembada kedelai, agar Indonesia tidak terus bergantung pada kedelai impor.
Sementara itu, Kepala Tim Advisory dan Asesmen Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali, M Abdul Majid mengingatkan pemerintah agar melakukan langkah antisipatif terhadap ketersediaan kedelai untuk kebutuhan dalam negeri, mengingat Indonesia mengimpor kedelai hingga 80 persen dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Pakistan, dan Cina.
“Jika dolar AS terus menguat dan impor kedelai terus dilakukan, maka dipastikan akan terjadi kenaikan harga tahu dan tempe yang bisa jadi memicu inflasi,” tambah Abdul Majid.
Artikel ini ditulis oleh:















