Pasukan Satuan Penanggulangan Teror (Satgultor) TNI mengikuti simulasi penanggulangan teror di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Selasa (9/4/2019). Simulasi yang mengangkat tema "Satgultor TNI Melaksanakan Penanggulangan Aksi Terorisme di wilayah DKI Jakarta dalam rangka Mendukung Tugas Pokok TNI" ini digelar untuk menguji kesiapsiagaan Satgultor TNI dalam melaksanakan operasi penanggulangan terorisme. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pelibatan TNI dalam penananganan terorisme berpotensi melanggar hak Asasi manusia sebab dalam Perpres tersebut tidak memuat mekanisme akuntabilitas yang jelas.

Demikian dikatakan dosen fakultas hukum Universitas Airlangga Amira Paripurna dalam diskusi publik: Menimbang Rancangan Perpres tentang Pelibatan TNI dalam Pemberantasan Terorisme dalam Perspektif Hukum dan HAM, Rabu (4/11).

Amira mengatakan rancangan Perpres ini dapat merusak atau setidaknya menganggu Criminal Justice System dalam penanganan terorisme di Indonesia. Diantaranya adalah terkait dengan kewenangan penangkalan yang diberikan oleh perpres ini kepada TNI dalam undang-undang terorisme tidak dikenal dengan istilah penangkalan, melainkan pencegahan.

“Fungsi penangkalan dan penindakan merusak crimnial justice system dan akan menimbulkan pelanggaran HAM,” kata Amira.

Dia juga mengatakan rancangan Perpres tentang pelibatan TNI dalam penanganan terorisme ini masih mengandung banyak persoalan, terutama karena ia masih mengatur hal-hal normatif. Padahal,  sebetulnya hal itu sudah diatur dalam Undang-undang.

“Jadi pengaturan dalam rancangan perpres ini bersifat redundant (pengulangan) terhadap hal-hal yang sudah diatur dalam undang-undang,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid