Jakarta, Aktual.co — Amerika Serikat pada Rabu (13/5) mendesak semua pihak di Burundi agar mengakhiri kerusuhan dan menahan diri di tengah laporan mengenai kudeta.

AS mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap mereka yang terlibat dalam kekerasan terhadap warga sipil.

Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Jeffrey Rathke mengatakan Amerika Serikat mengamati “secara seksama” dan dengan “keprihatinan besar” situasi di negara Afrika tersebut.

Seorang jenderal pada Rabu (13/5) mengumumkan pemecatan Presiden Pierre Nkurunziza, yang berupaya meraih masa jabatan ketiganya itu  telah memicu kerusuhan di negeri itu.

Namun Presiden Burundi tersebut menyatakan kudeta telah digagalkan, dan mengatakan, “Situasi terkendali. Kami menyeru semua pihak agar segera mengakhiri kerusuhan dan menahan diri,” kata Rathke dalam sebuah pernyataan,” demikian laporan Xinhua, Kamis (14/5) siang.

Ia menyampaikan dukungan bagi pernyataan yang dikeluarkan oleh blok regional yang menyerukan diakhirinya kerusuhan serta pelaksanaan pemilihan umum damai.

“Kami juga menyeru semua pelaku agar melakukan tindakan guna memulihkan keadaan yang diperlukan bagi penyelenggaraan pemilihan yang dapat dipercaya dan tepat-waktu,” katanya.

Ia menambahkan Washington akan menolak untuk memberi visa buat orang yang terlibat dalam “kekerasan luas atau sistematik” terhadap warga sipil.

AS dan Uni Eropa telah menedesak ditundanya pemilihan presiden di Burundi, yang mulanya dijadwalkan digelar pada 26 Juni, dengan alasan situasi tidak tenang yang telah menewaskan sedikitnya 17 orang dalam protes yang berubah jadi bentrokan sejak 26 April.

Rathke mengatakan Washington masih mengakui Nkurunziza sebagai Presiden Burundi, yang dilaporkan berusaha terbang kembali ke negerinya dari pertempuan puncak regional di Tanzania.

Artikel ini ditulis oleh: