Beranda Internasional Menteri Senior: Awalnya Perikatan Nasional untuk Pastikan Mahathir Tetap Sebagai PM

Menteri Senior: Awalnya Perikatan Nasional untuk Pastikan Mahathir Tetap Sebagai PM

Azmin Ali dan Mahathir Mohammad (Malaysia Gazette/ Fareez Fadzil)

Menteri Senior Malaysia Mohamed Azmin Ali menyebut ide pembentukan pemerintahan Perikatan Nasional datang dari mantan Perdana Menteri (PM) Mahathir Mohamad.

Azmin menjelaskan tujuan pembentukan pemerintahan Perikatan Nasional tersebut pada awalnya memang untuk menjadikan Mahathir sebagai Perdana Menteri yang didukung oleh semua anggota parlemen. Mahathir yang meletakkan jabatan secara tiba-tiba pada 23 Februari lalu, sebenarnya sudah mengantongi dukungan 131 anggota parlemen dari banyak partai.

“Hanya satu nama untuk Perdana Menteri, Mahathir. Kami berusaha sebisa mungkin untuk memastikan Mahathir dapat melanjutkan jabatannya sebagai Perdana Menteri,” ungkap Azmin Ali, seperti dilansir dari Malaysiakini, Minggu (29/11) kemarin.

Langkah tersebut tentu saja bertentangan dengan perjanjian yang ditandatangani oleh Mahathir sendiri yang berkomitmen untuk menyerahkan kekuasaan kepada Presiden PKR Anwar Ibrahim sebagai pemimpin partai terbesar dalam koalisi Pakatan Harapan (PH).

“Itu adalah hasil pertemuan yang kita buat di rumahnya (Mahathir) pada 23 Feb pukul 4 sore, di mana dia berjumpa dengan enam Ketua partai, termasuk Presiden Bersatu Muhyiddin Yassin, Presiden Umno Ahmad Zahid Hamidi, Presiden Parti Warisan Sabah Mohd Shafie Apdal, Presiden PAS Abdul Hadi Awang, Ketua koalisi Gabungan Parti Sarawak (GPS) Abang Johari Openg dan saya,” kata Azmin.

Namun sayangnya, ungkap Azmin, Mahathir mengumumkan pengunduran diri sehingga menyebabkan krisis politik di Malaysia. Keadaan tersebut akhirnya memaksakan sejumlah pihak untuk segera melakukan inisiatif yang lainnya.

“Kami dilanda krisis politik ketika Mahathir meletakkan jabatan sebagai Perdana Menteri. Jika Muhyiddin tidak bertindak, seseorang (Anwar Ibrahim) mungkin akan ke Istana Negara dan memohon untuk jadi perdana menteri. Saya tidak akan biarkan hal itu berlaku,” ujarnya.

Azmin menambahkan sepanjang 24 hingga 28 Februari 2020 lalu, saat menjadi Perdana Menteri interim, Mahathir sebenarnya berusaha penuh untuk mendapatkan dukungan anggota parlemen. Naas, Mahathir justru tidak mendapatkan dukungan dari siapapun.

“Jika tak ada dukungan, tentu tidak ada yang bisa dilakukan. Oleh karena itu, tidak ada persidangan parlemen yang mengacu pada konstitusi negara. Raja (Agong) harus memutuskan siapa yang mendapat dukungan mayoritas untuk menjadi Perdana Menteri. Akhirnya, Muhyiddin yang mendapatkan dukungan tersebut,” sambungnya.

Azmin pun menjelaskan jika Mahathir tidak meletakkan jabatan pada waktu itu, mungkin Mahathir akan tetap menjadi Perdana Menteri dengan dukungan mayoritas yang besar.

Artikel ini ditulis oleh:

Megel Jekson