Jakarta, Aktual.com – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan meminta pemerintah meningkatkan transparansi penggunaan anggaran bantuan sosial (bansos) untuk COVID-19 dan menilai perlunya indikator lain dalam menakar kesuksesan suatu kementerian/lembaga, tidak hanya dari tingkat daya serapan anggaran.

Menurut dia, tingginya tingkat daya serapan tidak serta merta membuktikan kalau sebuah program berjalan sukses. Lebih jauh lagi, perlu dipastikan kriteria penerima bantuan, ketepatan sasaran penerima bantuan dan mekanisme pengadaan material dari program tersebut.

“Perlu dikawal juga penggunaan dananya memang tepat sasaran atau tidak. Kami mengapresiasi langkah KPK yang tengah mengusut lebih lanjut mengenai masalah pendataan penerima bansos dan proses penyalurannya. Proses pemulihan ekonomi tentu terganggu karena dana yang semestinya digunakan untuk membantu meringankan beban masyarakat di tengah kondisi disrupsi ekonomi saat ini justru terkumpul untuk kepentingan pribadi para koruptor,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Ia menambahkan kendala dalam pendataan dan penyaluran bantuan menjadi masalah yang mencuat karena pendataan penerima bantuan.

Menurut Pingkan, diperlukan proses verifikasi yang valid atas data para penerima bantuan untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan berdampak kepada yang berhak menerima.

“Tentu saja hal ini tidak lepas dari peran serta pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk terus berkoordinasi untuk memastikan validitas data penerima bantuan dan perlunya pemeriksaan secara langsung di lapangan untuk memastikan kebenarannya,” katanya.

Pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijakan untuk merespons disrupsi sosial dan ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19 di Indonesia, salah satunya ialah restrukturisasi anggaran negara.

Melalui Perpres Nomor 54 Tahun 2020, anggaran negara diprioritaskan untuk tiga hal utama yaitu untuk menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat, termasuk tenaga medis; memastikan perlindungan dan jaring pengaman sosial untuk masyarakat rentan; serta perlindungan terhadap dunia usaha.

Setidaknya terdapat 24,9 juta masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan dan 115 juta masyarakat kelas menengah rentan yang dapat terdampak dari pandemi COVID-19.

Sejak ditemukannya kasus COVID-19 pada awal Maret silam, pemerintah telah merespons dengan kebijakan-kebijakan yang berfokus pada penanganan dan pencegahan kasus COVID-19 serta pemulihan ekonomi nasional.

Adapun data terakhir yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan pada 25 November 2020, menunjukkan realisasi anggaran untuk merespons situasi pandemi melalui PEN telah terealisasi sebesar 62,1 persen dari total anggaran sebesar Rp695,2 triliun.

Namun, tambah Pingkan, pemulihan ekonomi tidak akan tercapai jika pemerintah tidak benar-benar memusatkan kebijakannya pada penanganan kasus COVID-19.

“Walaupun saat ini tengah berjalan beriringan, namun ketegasan dari pemerintah dalam menegakkan aturan mengenai protokol kesehatan dan juga komitmen untuk meningkatkan layanan kesehatan masyarakat dengan menambah kapasitas test kepada masyarakat menjadi sangat penting untuk mengetahui situasi riil yang ada di lapangan seperti apa,” pungkasnya.

 

Antara

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin