Jakarta, Aktual.com – Pemerintah tengah melanjutkan pembahasan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres), tentang tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme.
Perpres tersebut hingga saat menuai pro dan kontra, salah satunya dengan penanganan aksi terorisme oleh prajurit TNI yang menggunakan anggaran daerah dan sumber lain di luar APBN yang dapat digunakan oleh TNI dalam penanganan terorisme sebagaimana diatur dalam Pasal 14 draft Perpres.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG), Muhammad Hafiz menilai penggunaan tersebut jelas bertentangan dengan Pasal 6 UU TNI.
“Penggunaan anggaran di luar APBN oleh TNI tidak sejalan dengan fungsi TNI yang bersifat terpusat (tidak didesentralisasikan) sehingga anggaran untuk TNI hanya melalui APBN sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU TNI,” kata Hafiz, Jumat (18/12).
Kata dia, pendanaan diluar ketentuan UU TNI tersebut memiliki problem akuntabilitas dan menimbulkan beban anggaran baru di daerah yang sudah terbebani dengan kebutuhan membangun wilayahnya masing masing.
Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil menilai draft Perpres masih mengandung sejumlah pasal bermasalah yang dapat mengancam kebebasan sipil, mengganggu kehidupan demokrasi, merusak crimincal justice system dan berpotensi menimbulkan tumpang tindih antar kelembagaan di kemudian hari.
“Kami mendesak pemerintah untuk menunda pembahasan draft Perpres tersebut dan mengakomodir berbagai masukan dari kalangan masyarakat sipil,” pungkasnya.
Diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari beberapa lembaga seperti Elsam, Imparsial, PBHI, KontraS, YLBHI, Setara Institute, HRWG, LBH Pers, YPII, PPHD Univ. Brawijaya, Pusham Unimed, Public Virtue Research Institute, IDeKa Indonesia, Centra Initiatives, LBH Jakarta, dan ICJR.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid