Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron menyebut, lembaga antikorupsi yang kini dia pimpin telah menyelamatkan potensi kerugian keuangan negara mencapai Rp592 triliun. Potensi kerugian keuangan negara tersebut, didapat dari hasil pencegahan yang dilakukan pihaknya.

“Hasil dari pencegahan yang dilakukan KPK telah menyelamatkan potensi kerugian negara selama satu tahun kami bekerja mencapai Rp 592 triliun, jauh melebihi 5 tahun kinerja periode sebelumnya yang mencapai Rp 63,4 triliun,” kata Ghufron dalam keterangannya, Selasa (29/12).

Pernyataan Ghufron ini, sekaligus menanggapi kritikan yang kerap dilayangkan Indonesia Corruption Watch (ICW). ICW kerap mengkritik KPK, yang disebut lebih mengedepankan pencegahan di banding penindakan.

Menurut Ghufron, ICW kerap mengkritik lantaran tak bisa menerima semua rasa. Ia menyebut, dalam pandangan ICW, KPK hanya bertugas menangkap para koruptor saja.

“ICW tidak bisa menerima yang berasin-asin, maunya yang manis-manis saja, karena kalau asin naik tensi darahnya. Dalam pandangan ICW, KPK adalah Komisi Penangkap Koruptor, hanya ketika menangkap saja KPK dianggap bekerja dan berprestasi. KPK tidak dinilai kalau mencegah apalagi mengedukasi masyarakat untuk sadar dan tidak berperilaku korup itu dianggap bukan KPK,” kata Ghufron.

Ghufron meyakini masyarakat lainnya bisa menerima keberadaan KPK kini yang lebih mengedepankan pencegahan daripada penindakan. Ghufron memastikan, mengedapankan pencegahan bukan berarti melupakan penindakan.

“Rakyat Indonesia orang yang sehat sehingga baik yang manis, asin, maupun kecut harus dilahap. KPK itu didirikan oleh negara dan didanai untuk mencegah dan menindak. Karena itu KPK harus menindak kala ada tipikor, namun sebelum terjadinya tipikornya KPK juga harus mencegah dan menyadarkan penyelenggara negara dan masyarakat untuk tidak korup,” kata Ghufron.

Diketahui, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan penilaian Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD soal prestasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) era Firli Bahuri tidak berbasis data.

Hal itu disampaikan ICW menanggapi pernyataan Mahfud yang menyebut KPK era Filri lebih banyak prestasinya ketimbang periode-periode sebelumnya.

“Selaku Menkopolhukam, tentu akan lebih baik jika pak Mahfud MD berbicara menggunakan data, jadi tidak sebatas asumsi semata,”kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (29/12).

Menurut Kurnia, masyarakat akan semakin skeptis melihat pemerintah, jika pejabat publik selevel menteri berbicara tanpa ada dasar yang jelas.

“Jangan hanya karena ingin membela pemerintah, yang notabene menjadi inisiator Revisi UU KPK dan terpilihnya lima Komisioner KPK, menghasilkan pandangan-pandangan subjektif semacam itu,” kata Kurnia.

Sebelumnya, Menko Polhukam, Mahfud MD, menyatakan berdasarkan objektivitas terkait data penanganan kasus rasuah di KPK, Mahfud berani mengeklaim bahwa di bawah kepemimpinan Firli, prestasi KPK justru membaik.

“KPK dianggap lemah lalu pemerintah lagi yang dituding gitu padahal kita sudah mengatakan KPK itu independen meskipun sebenarnya saudara kalau mau kita objektif tahun pertama KPK yang sekarang dibandingkan dengan tahun pertama KPK yang sebelumnya itu objektifnya jauh lebih banyak sekarang prestasinya,” ujar Mahfud dalam diskusi Dewan Pakar KAHMI bertajuk Masalah Strategis Kebangsaan dan Solusinya, secara virtual, Senin (28/12).

Hal itu, kata Mahfud, karena pada masa awal kepemimpinan Agus Rahardjo Cs, KPK disebutnya justru tidak dapat berbuat banyak

“Kita ingat Agus Rahardjo menjadi Ketua KPK pertama bersama Saut dan sebagainya itu tahun pertama enggak bisa berbuat apa-apa,” ucap Mahfud.

Kondisi tanpa prestasi itu, kata dia, justru berbanding terbalik dengan KPK di bawah kepemimpinan Firli. Tercatat sejumlah kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah hingga menteri berhasil ditangani KPK.

Catatan tersebut disebut Mahfud sebagai capaian yang terbilang apik ketimbang kepemimpinan pimpinan KPK sebelumnya.

“Ini sekarang setahun sudah bisa berani menangkap menteri DPR DPD DPRD Bupati wali kota juga ditangkepin juga udah lebih banyak saat ini sebenarnya,” beber dia.

Kendati demikian, jika nantinya memang penanganan korupsi beberapa tahun mendatang justru terpantau memburuk, menurutnya hal itu jelas tak menjadi tanggung jawab pemerintah.

Laiknya lembaga eksekutif lainnya, kata Mahfud, KPK jelas memiliki tanggung jawab sendiri atas bidang yang menjadi tanggungannya.

“Tapi taruhlah itu dikira jelek, dibilang jelek itukan KPK sendiri kita sudah mengatakan KPK itu adalah lembaga di dalam rumpun eksekutif tetapi bukan bagian dari lembaga eksekutif seperti KPU juga, Komnas HAM itukan rumpunnya eksekutif tapi bukan bagian apalagi bawahan eksekutif,” kata Mahfud.(RRI)

Artikel ini ditulis oleh:

Warto'i