Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhono menyampaikan pidato politiknya dalam acara HUT Ke-17 Partai Demokrat di Jakarta, Senin (17/9/2018). Acara itu menggagas tema "Utamakan Rakyat dan Bangun Politik Yang Beradab" . AKTUAL/Tino Oktaviano

Aktual.com, JAKARTA – Pernyataan mantan Sekretaris Front Pembela Islam (FPI) Munarman yang memberikan dukungan penuh kepada Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dianggap sebagai bentuk kepanikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai ayah dari AHY.

Aktivis Muda NU, Mohamad Guntur Romli menilai, kepanikan SBY terhadap posisi AHY sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat semakin memuncak manakala dukungan terhadap putra mahkotanya itu di internal semakin goyah.

“Menurut saya kalau AHY serta dinasti Cikeas menerima bantuan dari Munarman Cs dan FPI, itu menunjukkan bahwa mereka benar-benar panik, seperti dikejar hutang,” kata Guntur Romli dalam acara Seruput Kopi pegiat sosial Edi Kuntadhi melalui Channel Youtube CokroTV, Sabtu (27/3/2021).

Pada acara yang mengambil tema “Radikal Kanan di Partai Demokrat” itu Guntur Romli melanjutkan, sebagai kelompok radikal, FPI selalu aktif dalam kegiatan dukung mendukung politik Tanah Air. Dukungan kelompok radikal seperti FPI dan HTI semakin jelas menunjukkan sikap kegamangan SBY dan AHY dalam menghadapi situasi polemik Partai Demokrat, di mana posisi mereka semakin terjepit.

“Kemudian sekarang kalau kita lihat Munarman mau menawarkan dukungan kepada AHY sebagai perwakilan Demokrat kubu Cikeas. Memang mereka ini, FPI ini dimanfaatkan oleh kelompok oposisi politik yang tidak memiliki agenda yang jelas demi kemaslahatan masyarakat. Yang penting anti pemerintah, anti Jokowi dan anti negara dengan menggunakan kelompok radikal semacam HTI dan FPI,” kata Guntur Romli.

Mantan Petinggi HTI, Ayik Heriansyah tak menampik selama 10 tahun SBY dan Partai Demokrat memimpin Indonesia membuka ruang yang cukup besar bagi HTI dan kelompok-kelompok sejenis lainnya seperti FPI.

Hal itu terbukti mereka begitu leluasa masuk ke dalam tubuh BUMN maupun perusahaan-perusahaan swasta. “Mereka memanfaatkan peluang politik dan kebebasan berekspresi selama 10 tahun (kepemimpinan SBY) itu dengan menginfiltrasi segala lini, baik BUMN maupun swasta,” ujar Ayik.

Sebetulnya, Ayik melanjutkan, organisasinya kala itu berlepas diri terhadap kepemimpinan SBY. Namun, kelemahan SBY yang tak tegas menindak mereka membuat kelompok HTI dan FPI memanfaatkan celah tersebut untuk mengembangkan diri.

“Sebenarnya HTI itu bersikap Baro, yang artinya berlepas tangan terhadap pemerintahan SBY. Cuma sepertinya saat itu SBY masih ragu-ragu untuk menindak HTI, sehingga HTI di bawah SBY ini kita tahu, bahwa SBY ini sepertinya tidak akan membubarkan mereka,” demikian Ayik.

Artikel ini ditulis oleh:

Ridwansyah Rakhman