Aktual.com, JAKARTA- PT. Bringin Gigantara (BG) tetap mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan perselisihan dengan PT Samudera Sumber Mandiri (SSM). Namun, jika tidak tercapai kesepakatan, BG juga siap mengambil langkah hukum.

Hal itu diungkapkan Direktur PT Bringin Gigantara (BG) Hepman Damanik, Senin (29/3/2021), kepada wartawan di Jakarta.

Perselisihan BG dengan SSM terjadi ketika SSM mengajukan tagihan yang tidak sesuai dengan PKS kepada BG, dan menekan BG untuk membayarnya. SSM juga telah menyebar berita, seolah-olah BG telah wanprestasi karena tidak mau membayar tagihan.

Padahal faktanya, jumlah angka tagihan SSM itu terkesan dibesar-besarkan, bahkan banyak dari tagihan itu tidak berdasarkan dokumen yang valid. SSM mengklaim tagihan kepada BG sebesar Rp 9,9 miliar. Dan berdasarkan hasil verifikasi, diperkirakan hanyalah sebesar Rp 1,6 miliar.

Ditegaskan Hepman, sampai saat ini juga tidak pernah ada putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap dan menyatakan bahwa BG terbukti “wanprestasi.” Untuk menarik atensi publik, SSM juga menyebarkan berita seolah-olah BG adalah perusahaan anak BRI.

Padahal BG adalah institusi bisnis yang
terpisah dan independen. BG memang mempunyai Perjanjian Kerja Sama (PKS) pengiriman paket/dokumen domestik dengan SSM, yang berlaku pada 2016-2017. Pada 2019, disahkan “Addendum PKS Pengiriman Paket/Barang”, yang memperpanjang PKS sampai 30 November 2022.

Perjanjian 2016 menegaskan, “Lampiran Harga Jasa Pengiriman” berlaku tetap, meskipun ada perubahan biaya tenaga kerja, transportasi, ataupun sebab lain. Kecuali ada ketentuan pemerintah di bidang moneter dan keadaan force majeure.

Menurut Hepman, jika terjadi perubahan harga, para pihak sepakat membahas terlebih dahulu dan
membuat perubahan itu di dalam perjanjian tambahan (addendum). Lampiran Daftar Harga Jasa
Pengiriman dalam perjanjian merupakan satu kesatuan, dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.

SSM yang dipimpin Sdr. Samudra Parsaoran menyampaikan sekaligus tagihan yang disusun secara akumulatif selama bertahun-tahun kepada BG. Sebelum mengirim tagihan, lewat surat bertanggal 8 Mei 2018, SSM memohon maaf bahwa invoice terlambat diterbitkan pada 2017 karena masalah internal.

Lewat surat 17 September 2019, SSM menjelaskan, keterlambatan penagihan dikarenakan banyaknya
kendala dalam pembuatan invoice.

“Maka, berita dari SSM bahwa BG sengaja menunda pembayaran tagihan jelas adalah tidak benar, merupakan pemutarbalikan fakta, dan fitnah,” kata Hepman.

Meski begitu, Hepman menjelaskan, BG tetap beritikad baik untuk menyelesaikan urusan tagihan. Pada 23 Desember 2020, BG mengundang Sdr. Samudra Parsaoran untuk bermusyawarah. Tetapi saat memulai pembahasan, Sdr. Parsaoran menolak meneruskan sehingga tak ada kesepakatan.

Selanjutnya BG menawarkan sejumlah angka pembayaran, sesuai hasil verifikasi yang berlandaskan PKS, tetapi Sdr. Parsaoran menolak. Belakangan ia mengirim surat tertanggal 9 Maret 2021, yang meminta pertemuan kembali dan memberi waktu 7 hari terhitung sejak 9 Maret 2021 kepada BG untuk menanggapi permintaannya.

Ketika BG sedang menjadwalkan pertemuan yang diminta olehnya, pada 12 Maret 2021, Direksi PT BG
melalui pesan whatsapp dikirimi artikel/berita yang diterbitkan oleh beberapa media online, yang
beritanya tidak benar dan menyudutkan BG.
Maka, Hepman menyatakan, demi menjamin kepastian hukum atas kepentingan kedua pihak, sesuai ketentuan PKS 2016 juncto Addendum PKS Pengiriman Paket/Barang tertanggal 24 Mei 2019, seharusnya PT SSM dapat menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

BG tetap membuka ruang bagi musyawarah untuk mufakat. “Namun, jika tidak terjadi kesepakatan,
langkah hukum akan menjadi pilihan terakhir,” tandas Hepman.

Artikel ini ditulis oleh:

Ridwansyah Rakhman