Jakarta, Aktual.com – Tangani kasus atau perkara anak pemilik perusahaan grup Kapal Api, Christeven Mergonoto, sejumlah hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dilaporkan ke Komisi Yudisial(KY).
Para hakim tersebut antara lain Hakim Ni Made Purnami, M T Tatas Prihyantono dan Widarti, dilaporkan lantaran diduga dianggap pelapor melanggar kode etik, saat yang menyidangkan perkara dengan terdakwa Christian Halim.
Aduan ini teregistrasi dengan Nomor Aduan 0404/IV/2021/P tertanggal 7 April 2021.
“Jika aduan pelanggaran kode etik terbukti maka kami akan mengambil dua langkah hukum lagi, pertama adalah mempidanakan oknum hakim atas Pasal 421 KUH Pidana dugaan penyalahgunaan wewenang,” ujar kuasa hukum terdakwa dari LQ Indonesia Law Firm, Jaka Maulana, ditulis Jumat (9/4).
“Dan kedua adalah pengajuan pembatalan putusan karena jelas tertera di Pasal 3 KUHAP yang berbunyi ‘Peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini’. Jika melanggar KUHAP maka putusannya seharusnya tidak sah,” tambahnya.
Menurut Jaka, LQ dipastikan akan selalu memantau aparat penegak hukum agar mereka taat kepada aturan undang-undang.
Kuasa hukum Christian lainnya, yang juga dari LQ, Alvin Lim, mengaku prihatin dengan banyaknya dugaan pelanggaran Hukum Acara Pidana dalam ‘peradilan sesat’ di Indonesia. Sidang Christian Halim ini, kata dia adalah salah satu contoh ‘peradilan sesat’.
“Kenapa peradilan sesat? Peradilan sesat adalah proses hukum atau ‘due process of law’ yang melanggar aturan acara pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 3 KUH Acara Pidana,” kata Alvin.
“Sidang tanggal 5 April 2021 di Ruang Candra, PN Surabaya dengan jelas, kuasa hukum menyatakan ke hakim di depan persidangan bahwa Pasal 160 KUHAP ayat 1 (c) berisi ‘Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut’,” papar Alvin.
Alvin telah meminta kepada majelis hakim agar Mohammad Gentha Putra dipanggil atas permintaan penasihat hukum terdakwa, untuk didengar keterangannya. Sebab ada dokumen dan keterangan yang setelah dicek oleh pihaknya, diduga keterangan Gentha adalah palsu.
“Jelas dugaan keterangan palsu adalah upaya saksi dalam melecehkan pengadilan, juga dapat dikenakan Pasal 242 KUH Pidana tentang sumpah palsu,” tutur Alvin.
Tujuan pemeriksaan saksi, kata dia adalah untuk mencari kebenaran materiil. Jadi ketika penasihat hukum sesuai haknya meminta agar Gentha kembali dihadirkan, menurut Alvin, maka berdasarkan Pasal 160 KUH Acara Pidana, hakim wajib mendengarkan karena Gentha adalah saksi yang tertera dalam berkas perkara.
“Namun anehnya, jawaban hakim malah melanggar KUHAP, dijawab ‘jaksa sudah berusaha menghadirkan dua kali namun gagal, silahkan penasihat hukum saja yang menghadirkan Gentha. Jawaban ini disampaikan Hakim Anggota M T Tatas Prihyantono, SH,” beber Alvin.
“Sangat kaget, tim kuasa hukum atas ucapan ini. Dalam KUHAP, kewajiban menghadirkan saksi yang tertera dalam berkas adalah kewajiban jaksa selaku eksekutor, dengan ucapan hakim bahwa penasihat hukum saja yang menghadirkan Gentha, maka hakim secara langsung mengalihkan tanggung jawab dan tugas jaksa ke penasihat hukum, jadi apakah boleh nanti saya saja yang sekalian buat surat tuntutan?” jelas Alvin.
Anehnya, lanjut Alvin, ketua majelis dan hakim anggota mengamini dan kebanyakan diam.
“Sungguh ngawur dan tidak berdasarkan hukum acara pidana, kata-kata hakim ini,” ucap Alvin.
Atas dugaan pelanggaran kode etik hakim tersebut, LQ membuat laporan ke Komisi Yudisial agar bisa diperiksa.
“Lawyer harus berani mengambil tindakan dan harus berani bertindak selama diperbolehkan oleh undang-undang untuk memberikan pembelaan maksimal bagi kliennya. Itulah tugas lawyer. Jika lawyer tidak berani membela dan bertabrakan dengan pihak yang melawan hukum, bagaimana masyarakat yang terkena kasus bisa memperoleh keadilan?” papar Alvin.
Menurut Jaka, apa yang dilakukan LQ sebagai wujud kecintaan mereka terhadap institusi dan aparat penegak hukum.
“Yang LQ benci adalah oknum aparat penegak hukum yang mencoreng reputasi dan nama baik institusi penegakan hukum dengan melawan hukum yang seharusnya ditegakkan. Jika semua diam, maka Indonesia tidak akan maju dan menjadi negara hukum. Ini pesan dari Alvin Lim, mentor dan pendiri LQ Indonesia Law Firm,” tandas Jaka.
Artikel ini ditulis oleh: