Jakarta, Aktual.com – Selain pihak eksternal, yaitu Penjajah Israel, secara internal banyak masalah seputar Palestina. Internal bangsa Palestina maupun dunia Islam sendiri.
Pertama, bangsa Palestina mungkin homogen secara rasial, namun mereka sangat heterogen secara aliran keislaman, pemikiran politik dan afiliasi ideologis. Secara aqidah, mereka menganut paham Asy’ariyah, meski ada yang berhaluan Ikhwanul Muslimin (IM). Memang tidak bisa disandingkan Asy’ariyah dengan IM, karena IM sendiri lebih merupakan haluan ideologis keagamaan, alih-alih aliran kalam. Sufisme juga mewarnai sebagaimana negeri Syam yang lainnya. (Catatan: Negeri Syam kini menjadi 4 negara: Suriah, Yordania, Libanon dan Palestina). Hal ini sudah berakar 15 abad sejak jaman Sahabat dimana kota Damaskus pernah menjadi ibukota Khilafah Bani Umayyah. Paham IM sendiri baru lahir di awal abad 20.
Dalam menghadapi penjajah negeri mereka pun muncul dua kelompok besar Fatah dan Hamas dengan dua pemikiran besar pula: Fatah dengan pendekatan akomodatif diplomatis dan Hamas dengan pendekatan konfrontatif militeristik. Fatah memimpin wilayah Tepi Barat dan Hamas di jalur Gaza. Keterbelahan ini kemudian mudah dimanfaatkan oleh musuh. Politik belah bambu dimainkan; Fatah diakui sedangkan Hamas dimusuhi. Maka yang kemudian muncul secara heroik adalah Hamas dengan perlawanan fisiknya. Fatah makin kehilangan suaranya karena terjebak dalam pola “asal beda” dengan Hamas. Bangsa Palestina sendiri akhirnya tidak kompak dan bersatu. Inilah yang makin menyulitkan penyelesaiannya.
Kedua, dunia Islam sendiri cenderung ambigu, disatu sisi retorika heroik berhamburan dari pemimpin-pemimpin Arab, namun saat yang sama beberapa negara seperti Mesir, Turki dan Yordania serta UEA memiliki hubungan diplomatik dan dagang dengan Israel. Fakta bahwa Israel (bangsa Yahudi dunia) menguasai bidang ekonomi, teknologi dan militer membuat negeri-negeri Arab bersikap pragmatis untuk kepentingan domestiknya. Justru negara-negara non Arab seperti Indonesia dan Malaysia dan beberapa Afrika yang belum (dan jangan pernah!) memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
Suara negara-negara yang tergabung dalam OKI seakan dianggap angin lalu oleh Israel dan Amerika. Macan-macan Arab dekade lalu seperti Muammar Khadafi (Libya), Saddam Husein (Irak), Hafez Assad (Suriah) sudah tumbang. Mereka yang sangat lantang dan konsisten (bukan dua muka) terhadap Israel kini sudah tiada. Justru Iran, negeri Syiah yang diam-diam kini banyak menyokong kekuatan perlawanan Palestina.
Bahkan negara-negara Arab dan Afrika baru-baru ini menormalisasi hubungan dengan Israel, tentu dengan imbalan ekonomi yang tidak sedikit. Makanya Israel cukup pede membombardir Palestina karena yakin negara-negara tidak akan bersikap keras. Kini dengan jebolnya sistem pertanan udara andalam Israel “Iron Dome”, negeri itu mulai panik dan berpikir ulang tentang eksistensi mereka. Seorang ahli strategi Israel bahkan sudah bicara mengenai eksodus alias pengungsian bangsa Israel, dan negara-negara Eropa harus menerima mereka. Manlu AS legendaris Henry Kissinger bahkan negeri Yahudi itu tidak lama lagi akan musnah.
Kita doakan semoga itu benar-benar terjadi. Semoga.
KH. Jamaluddin F Hasyim
Ketua Koordinasi Dakwah Islam (KODI) DKI Jakarta
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin