Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Sudarto meminta agar Presiden Joko Widodo membatalkan rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
“Pembatalan revisi bertujuan untuk menjaga kelangsungan sektor industri hasil tembakau (IHT) dan tenaga kerja di dalamnya,” kata Sudarto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (4/6).
Ia mengatakan di tengah situasi sulit akibat pandemi COVID-19, revisi PP 109/2012 dinilai akan memberikan tekanan luar biasa terhadap IHT. Revisi tersebut di antaranya, memperbesar peringatan kesehatan menjadi 90 persen dan larangan total iklan serta promosi produk.
Sudarto menambahkan, saat ini belum ada inisiatif konkret untuk melindungi para pekerja yang terlibat dalam IHT. Padahal, hal ini disyaratkan pada Perpres 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024.
Sudarto menjelaskan saat ini, IHT dan pekerjanya harus berjuang sendiri mempertahankan kelangsungan usaha di tengah himpitan pandemi dan berbagai pemberitaan yang mendiskreditkan IHT.
“Faktanya sampai hari ini tidak ada sektor industri lain yang mampu menyerap petani tembakau dan pekerja industrinya, terlebih dapat memberikan kompensasi ekonomi yang setidaknya sama dengan IHT,” tegas Sudarto.
Ia khawatir, revisi yang memperberat IHT akan berujung pada pilihan sulit, yaitu PHK para pekerja IHT.
“Angka pengangguran sudah mencapai 9,7 juta orang. Kami mohon kebijaksanaan Bapak Presiden dan jajaran Pemerintahan untuk menghentikan diskusi rencana revisi PP 109/2012 agar kami bisa melanjutkan kehidupan dengan bekerja di sektor IHT di tengah situasi ekonomi yang sulit dan tidak menentu,” harap Sudarto.
Dijelaskan Sudarto, tujuan revisi PP 109/2012 adalah untuk menurunkan prevalensi perokok anak. Ironisnya, PP 109/2012 justru sudah jelas mencantumkan larangan penjualan rokok pada anak di bawah umur dan wanita hamil. Dengan demikian, kuncinya adalah penegakan aturan, bukan revisi.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, prevalensi konsumen dewasa juga sudah turun dari 29,3 persen di tahun 2013 menjadi 28,8 persen di tahun 2018. Ini menunjukkan bahwa PP 109/2012 sebagai regulasi yang mengendalikan konsumsi tembakau sudah berhasil.
Untuk menjaga kelangsungan sektor IHT demi tenaga kerja di dalamnya, RTMM juga meminta agar penyusunan kebijakan cukai mempertimbangkan kemampuan industri dan daya beli masyarakat. Selain itu memastikan bahwa seluruh pemangku kepentingan terdampak dilibatkan proses perumusan kebijakan terkait IHT.
“Tenaga kerja IHT, anggota kami juga rakyat Indonesia. Kami mohonkan perhatian dari Bapak Menteri Kesehatan bahwa Indonesia adalah negara berdaulat maka jangan terpengaruh dorongan- dorongan kelompok yang mengatasnamakan kesehatan tapi tidak mempertimbangkan keadaan di Indonesia,” kata Sudarto. (Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin