Tanjungpinang, Aktual.com – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat selama periode Januari-Mei 2021, terdapat 2.398 pengaduan dengan total nilai kerugian konsumen mencapai Rp1 triliun.

“Kemungkinan jumlahnya makin bertambah, karena belum genap setahun,” kata Anggota Komisi 1 Penelitian dan Pengembangan mewakili unsur akademisi Megawati Simanjuntak dalam kegiatan Diskusi Kebijakan Perlindungan Konsumen di Kantor Gubernur Kepri, Tanjungpinang, Selasa (8/6).

Megawati menyampaikan angka pengaduan berikut kerugian konsumen tahun ini meningkat signifikan dibanding sepanjang 2020, di mana ada 1.372 pengaduan dengan total nilai kerugian konsumen mencapai Rp493 miliar.

Menurutnya salah satu pemicu ialah meningkatnya jumlah pengaduan konsumen pada sektor jasa keuangan, menyusul adanya kasus gagal bayar Asuransi Jiwasraya.

“Gara-gara kasus Jiwasraya, saat ini jasa keuangan jadi sektor kedua yang paling banyak diadukan, yaitu 1.831 pengaduan,” ujarnya.

Selain itu, katanya, sektor lainnya yang juga banyak diadukan selama 2021 ini ialah e-commerce dan perumahan. Masing-masing 524 pengaduan dan 315 pengaduan.

Dia menjelaskan untuk kasus e-commerce sebagian besar adalah phising, yakni upaya pembajakan akun kemudian menggunakan akun tersebut untuk bertransaksi dan menguras alat pembayaran konsumen, apakah itu kartu kredit atau banking account.

Sedangkan untuk kasus perumahan, lanjutnya, rata-rata dipicu masalah sertifikat, yang mana pembeli sudah melunasi cicilan rumah namun tidak mendapatkan sertifikat dari pengembang atau developer.

“Bahkan ada pengembang mengagunkan sertifikat pemilik rumah ke bank, padahal itu tidak boleh. Termasung pengembang pailit, yang menyebabkan konsumen dirugikan,” ungkapnya.

Megawati memastikan BPKN akan berupaya melindungi serta memulihkan hak-hak konsumen yang merasa dirugikan.

Dia mencontohkan apabila ada konsumen yang tidak mendapatkan sertifikat rumah dari pengembang, maka bisa langsung melapor ke BPKN atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) tingkat kabupaten/kota hingga provinsi.

“Kita upayakan mediasi dulu. Kalau tidak ada jalan keluar, bisa menempuh jalur hukum,” katanya menegaskan.(Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Warto'i