Jakarta, Aktual.co — Fenomena batu akik yang menjadi trendsetter masyarakat saat ini rupanya cukup menguras perhatian pemerintah. kendati batu yang marak dicari masyarakat Indonesia itu bukan termasuk barang yang dikecualikan, pemerintah mengaku masih kesulitan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen terhadap batu akik.
Direktur Peraturan Perpajakan I, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Irawan mengatakan, perusahaan yang wajib memotong PPN adalah yang memiliki omzet per tahun minimal Rp 4,8 miliar. Perusahaan tersebut wajib mendaftarkan diri sebagai pemungut pajak dan wajib memungut PPN 10 persen.
“Nah ini tidak semudah yang kita bayangkan karena penjualnya mobile dan kadang-kadang lewat Facebook, blog, susah nangkapnya,” ujar Irawan kepada wartawan, Kamis (5/3/2015).
Irawan menuturkan, lantaran sulit dikenai dengan PPN, pihaknya akan mengenai pajak penghasilan (PPh) pasal 22 terhadap batu akik. Hal tersebut sama seperti yang dilakukan terhadap penjualan semen dan Tandan Buah Segar (TBS) sawit.
Rencananya, PPh pasal 22 akan dikenakan terhadap batu akik dengan harga di atas Rp 100 juta. Irawan mengatakan, seperti tanaman Gelombang Cinta, harga batu akik yang di atas Rp 100 juta bisa jadi tidak mencerminkan harga sebenarnya. Harga tinggi lantaran memang ditawarkan tinggi dan tengah menjadi incaran konsumen.
Senada, Kasubdit Peraturan PPN, Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lain DJP Oktria Hendrarji menyebut, fenomena batu akik ini seperti gaya hidup sehingga kebenaran harga riilnya susah diverifikasi. “Kalau mobil dan apartemen kan mudah kroscek (harganya), kalau batu akik ini kan gaya hidup,” kata Oktria.
Menurut dia, sebenarnya pabrikan atau produsen batu akik lah yang paling tepat dikenai PPnBM. Sebab, pabrikan atau produsen lah yang tahu persis dan bisa memverifikasi berapa harga batu akik. Dengan begitu, transaksi batu akik selanjutnya seharusnya sudah tidak dikenai pajak, sebab pajak sudah dikenakan pada PPnBM.
Tapi, lanjut Oktria, teori ini pun sulit dilaksanakan. “Sehingga, yang bisa dikenakan sekarang adalah PPh pasal 22, karena kita menunjuk pemungut badan usahanya,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:

















