Di Multazam, sambil mencicakkan tubuh ke dinding ka’bah, yang pertama terlintas dalam do’aku adalah Indonesia: “Ya Allah, jadikan negeriku tempat yang aman. Berkatilah warganya dengan kemakmuran dan kedamaian. Tumbuhkanlah para pemimpin yang lebih besar dari dirinya sendiri.”
Seperti Ismail yang siap disembelih, ucapan Sharif Haramain yang menerima rombongan kami terasa tajam menusuk kalbu, “Indonesia tempat bermukim seperlima pemeluk Muslim dunia dengan segala kekayaan alamnya, terlalu penting untuk dilupakan dan terlalu menjanjikan untuk disiasiakan.”
Ada percik kebenaran dalam ucapannya. Sekedar berbekal minyak, Saudi Arabia nan tandus dengan kepemimimpinan otoriter, toh masih sanggup menghadirkan kesejahteraan bagi warganya. Ketika almarhum Raja Fahd dibuatkan istana di sebuah bukit pinggir kota Madina, masih tersisa kearifan tradisional yang menggugah keinsyafannya. “Bagaimana mungkin saya tinggal di atas bukit, sedang rakyatku bermukim di bawah sana.”
Sedang Indonesia, negeri “subur” dengan kepemimpinan demokratis yang mestinya memuliakan daulat rakyat, bayangan yang segera terlintas adalah barisan TKI yang miskin marwah dan perlindungan. Dlm pesawat yang membawa pulang, seorang TKW yang mengalami gangguan ingatan yang menurut para pramugari merupakan fenomena lumrah—secara ngelantur menyebut Indonesia sebagai “Ibu pertiwi yang tega menyembelih anak-anaknya sendiri.”
Watak kepemimpinan memainkan peran penting. Kendati kepemimpinan selalu diperlukan setiap masyarakat dan segala zaman, tak ada pemimpin yg cocok untuk segala musim.Masa krisis dan kekacauan memerlukan peran kepemimpinan lebih besar dan pemimpin besar dibanding masa normal-stabil, dan misi pemulihan ketertiban dan kesejahteraan.
Kita hrs memulai langkah perubahan dari titik nol. Dari titik pemahaman awal di mana kekuasaan bukanlah akhir perjalanan, melainkan sarana memperjuangkan kebajikan bersama. Setiap pemimpin di segala bidang dan tingkatan harus menyadari dan belajar mengemban tugas penggembala, sebagai pengayom yang menuntun dan memperjuangkan keselamatan rakyatnya. Untuk itu, mereka harus berjiwa dan bervisi besar agar bisa melakukan pelayanan dan perubahan besar demi kemakmuran dan kebahagiaan rakyat.
Yudi Latif
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin