Jakarta, Aktual.co — Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Mabes Polri memastikan akan mengungkap keterlibatan para pejabat PT Bio Farma dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan fasilitas, riset dan alih teknologi produksi vaksin flu burung, di Kementerian Kesehatan.
Kepastian itu, sebagaimana disampaikan Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Brigjen Ahmad Wiyagus, ketika dikonfirmasi, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (13/5).
“Iya masih pengembangan,” ujar dia.
Pada kasus ini, Direktur Produksi PT Bio Farma (PT BF), Mahendra Suhardono disebut sebagai orang yang paling berperan dalam kasus ini. Mahendra dianggap sebagai pihak yang menggiring agar proyek ini bisa terealisasi melalui tangan PT Bio Farma. (Baca: Korupsi Pabrik Vaksin, Pengacara: Pejabat Bio Farma Kok Tak Jadi Tersangka?)
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) 2012, yang didapatkan Aktual.co,  disebutkan bahwa Mahendra tercatat sebagai Ketua Tim Kesiapsiagaan Pandemi Flu Burung. Ia  adalah orang yang paling aktif secara teknis dan pencairan dana.
Menanggapi hal tersebut, Wiyagus pun kembali menegaskan bahwa pihaknya akan menyasar petinggi PT Bio Farma tersebut. Ia pun tak memungkiri adanya keterlibatan itu.
“Biofarma masih dikembangkan, itu nanti kita lihat,” kata dia.
Pada Audit BPK, diketahui medio April 2008, PT BF mengirimkan surat ke Kemenkes. Inti surat itu disebutkan, bahwa PT BF siap menghadapi penyakit yang berjangkit menjalar ke beberapa Negara atau seluruh benua (pandemi) flu burung.
Mereka mengajukan proposal tahun jamak (multi years) dari 2007-2009 dengan kebutuhan dana sebesar Rp600 miliar. Dalam proposal itu, PT Bio Farma juga meminta Kemenkes mencairkan dana bantuan PT Bio Farma senilai Rp200 miliar yang didapat dari hibah World Health Organization (WHO).
Dalam berkas yang sama, BPK juga mengungkapkan jika dalam beberapa pertemuan, Tim Kesiapsiagaan Pandemi Flu Burung, Mahendra pernah menyampaikan bahwa anggaran proyek pembuatan vaksin tersebut akan dialokasikan dalam APBN.
BPK juga menyebutkan, dalam pencairan dana bantuan itu, Mahendra tidak sendirian. Dia dibantu oleh Komisaris PT BF, Sam Soeharto. Hal itu lantaran, Mahendra tidak berpengalaman dalam mencari dana hibah dari luar PT BF.
Dari situ, diketahui bahwa Harga Perkiraan Sendiri (HPS), diduga disusun atas dasar “kongkalikong” antara PT Bio Farma (PT BF) dengan Muhammad Nazaruddin. 
Dalam Surat Dakwaan untuk terdakwa kasus pembuatan vaksin flu burung, Tunggul Parningotan Sihombing, yang didapatkan Aktual.co,  disebutkan bahwa saat melaporkan persiapan untuk aanwijzing kepada Panitia Pengadaan, PT BF hanya mencantumkan besaran perkiraan anggaran secara keseluruhan, yakni sebesar Rp720.037.270.420.
Pada berkas yang sama, diketahui pula HPS disusun oleh Christina Doki Pasorong dan Minarsih Matondang. Keduanya merupakan pegawai dari PT Anugrah Nusantara, perusahaan milik mantan Bendahara Umum (Bendum) partai Demokrat, M Nazaruddin. 
Keterlibatan Christina dan Minarsih, juga diakui oleh Ketua Panitia Pengadaan proyek vaksin tersebut, Yusraludin. Menurut dia, karena pihaknya kesulitan mencari sumber informasi perincian HPS. (Baca: HPS Pabrik Vaksin Diduga ‘Kongkalikong’ Biofarma dan PT AN)
Nazar dalam persidangan terdakwa Tunggul Parningotan Sihombing, kedapatan sempat menjalin pertemuan dengan pejabat Bio Farma dan P2PL, satu hari sebelum aanwijzing proyek tersebut. Pertemuan tersebut, turut dihadiri M Nasir (kini anggota DPR fraksi Demokrat), Minarsih dan Christina dengan pejabat PT Bio Farma dan Ditjen P2PL.
Meski demikian, hingga saat ini Bareskrim tidak menyebuth dugaan keterlibatan  petinggi PT BF ataupun mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin.(Baca: Bareskrim: Keterlibatan Nazaruddin di Pabrik Vaksin Menjadi Tanggung Jawab KPK).

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby