Jakarta, Aktual.com – Pejabat Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Ditjen PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan 59 persen sungai di Indonesia masih dalam kondisi tercemar berat.

“Kalau dari data yang sudah saya rekap tahun 2020 ya, kondisi cemar berat dari 564 titik tadi itu ada 59 persen tercemar berat. Tapi yang kondisinya cemar sedang itu 26,6 persen, terus cemar ringan 8,9 persen,” kata Direktur Pengendalian Pencemaran Air Ditjen PPKL KLHK Luckmi Purwandari dalam wawancara melalui telepon di Jakarta, Selasa (27/7).

Ia mengatakan walaupun 59 persen sungai di Indonesia masih tercemar berat, tetapi saat ini telah mengalami perubahan kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan tahun 2015 yang memiliki tingkat sungai tercemar berat sebesar 79,5 persen.

“Kalau kita lihat trennya dari 2015 hingga tahun 2020, yang kondisi cemar berat ini semakin menurun jumlahnya. Ini artinya, terjadi perbaikan kualitas air di Indonesia. Jadi pada tahun 2015 itu yang cemar berat sebanyak 79,5 persen sekarang sudah jadi 59 persen jadi mengalami perbaikan,” kata dia menjelaskan kondisi sungai-sungai tersebut saat ini.

Luckmi mengungkapkan sungai di Indonesia banyak tercemar oleh limbah kegiatan industri seperti migas dan pertambangan, limbah rumah tangga, dan peternakan. Limbah inilah yang menjadi penyebab biota-biota di aliran sungai tidak dapat hidup, karena kekurangan oksigen.

“Biota itu ada tumbuhan ada hewan kecil gitu ya. Pada intinya makhluk hidup di sungai butuh oksigen. Kalau sungai itu tercemar atau buruk, kandungan oksigennya itu menurun. Tentu kehidupan biota tersebut juga terganggu,” kata luckmi.

Dengan adanya perubahan kualitas air sungai saat ini, Luckmi mengatakan biota-biota yang sebelumnya hampir menghilang telah muncul kembali.

Menanggapi permasalahan tersebut, pihaknya juga telah melakukan dua hal utama untuk menjaga agar kondisi air sungai tetap baik. Hal pertama yang dilakukan adalah mengendalikan jumlah limbah dari sumber pencemar yang ada, seperti industri rumah tangga, limbah usaha skala kecil, dan peternakan.

“Kedua menstabilkan debit air, supaya debitnya pada saat musim hujan dan saat musim kemarau tidak timpang. Kalau musim hujan banjir, kalau musim kemarau kering nah itu tidak boleh terjadi,” kata dia menjelaskan apa yang dilakukan KLHK untuk mengatasi kondisi sungai. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin