Jakarta, Aktual.co — Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kardaya Warnika mengusulkan agar status lembaga Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) juga dibahas dalam revisi UU Migas. Mengingat kewenangan BPH Migas masih sangat terbatas sebagai pengatur bisnis hilir migas di Indonesia.

“Di seluruh dunia, yang namanya badan pengatur itu konsepnya mengatur bisnis yang bersifat monopoly. Tapi di Indonesia badan pengatur energi hanya BPH Migas yang tugasnya mengawasi sektor hilir migas, bukan mengatur atau sesuai namanya saja. Harus clear, antara pengatur atau pengawas,” kata Kardaya di komplek gedung DPR/MPR RI di Jakarta, Rabu (4/3).

Menurutnya, keberadaan badan pengatur di sejumlah negara justru memiliki wewenang cukup besar dalam mengatur sektor-sektor strategis di negaranya. Bahkan pada umumnya, badan pengatur memiliki wewenang untuk mengatur sekaligus mengawasi sektor yang di monopoli negara seperti penerbangan, ketenagalistrikan, dan telekomunikasi. Namun, di Indonesia, keberadaan BPH Migas justru tak lebih dari melakukan pengawasan terhadap jalannya bisnis hilir migas nasional.

“Mungkin ke depannya bisa diubah menjadi badan pengatur energi yang di dalamnya mengatur sektor listrik, migas, dan lain-lain. Selain untuk lebih efisien, perubahan ini juga dimaksudkan untuk memperjelas status dan kewenangan BPH Migas, karena yang namanya pengatur atau pengawas itu berbeda,” tukasnya.

“Tapi harus diingat, kajian ini bukan untuk membubarkan BPH Migas. Melainkan membenarkan apa yang belum benar serta meluruskan apa yang belum di sektor migas Indonesia. Kan disini kita sedang bicara revisi Undang-Undang Migas, jadi di dalamnya harus ada kajian tersebut,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka