Pontianak, Aktual.com – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Harvick Hasnul Qolbi menegaskan kehadirannya bersama rombongan Kementerian Pertanian sebagai bentuk kedekatan dan membela para petani dalam beragam persoalan yang dihadapi.
Hal itu disampaikan Harvick saat Kunjungan Kerja di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Selasa (3/8/2021). Dia mengatakan telah memegang beberapa catatan persoalan Petani di Kubu Raya, terutama kelangkaan pupuk dan benih.
“Kami ke sini datang memberikan kepastian bahwa Kementerian Pertanian tentu akan membela bapak dan ibu, masalah yang terus menghantui kita bersama. Karena produksi ini menjadi sangat penting pak Kepala Badan (BPTP). Tadi saya dibisik oleh pak Bupati tentang Perusda, dan akan saya akan monitor, mudah-mudahan segera terlaksana. Ini menjadi perhatian kita semua,” kata Harvick.
Bendahara Umum PBNU ini mengaku sangat bersyukur diterima para petani di Kubu Raya. Karena itu pihaknya akan terus mendorong peningkatan kapasitas dan sumber daya para petani di daerah itu.
“Beberapa kunker saya di daerah di luar pulau Kalimantan ini muncul permasalahan, karena bapak dan ibu petani tidak meng-accept secara full dengan berbagai macam alasan. Nah ini kita terus informasikan di penyuluhan kita selalu bekerja keras agar masyarakat paham pola tanah dan lain-lain. Nah itu memberikan kita manfaat kedepan,” urainya.
Wamentan mengatakan, terkait persoalan Petani Milenial para petani layak berbangga diri, terutama di tengah pandemi. Sektor pertanian, kata Harvick menjadi penyumbang yang cukup besar.
“Tapi Kalau masalah pangan ini karena memang kita agraris juga banyak sekali varian. Soal lahan yang terus berkurang ini juga menjadi PR dan saya terus berdiskusi dengan pak Presiden dan rutin selalu saya sampaikan. Beliau selalu mengkritisi bagaimana ini membuat korporasi dari koperasi pertanian,” tukasnya.
Harvick menyebut, kelompok Petani Millenial yang menyasar anak-anak muda memang bukan perkara mudah. Tantangan yang dihadapi muncul di beberapa hal, misalnya soal arus informasi yang saat ini bisa diakses secara mudah bahkan hingga level internasional yang memberikan peluang pendapatan yang besar bagi anak-anak muda.
“Jadi income nomor satu, kemudian trust. Nah Trust ini terkait ketersediaan benih, irigasi, terus juga macam-macam alsintan, teknologi, walaupun kita sudah banyak sekali teknologi. Saya lihat sendiri bahwa kita juga sudah sangat maju teknologi pertanian. Dan ini saya sampaikan ke pak Presiden,” ujarnya.
Harvick menekankan, kepala daerah mulai dari Bupati hingga Gubernur harus turun langsung memberikan kepastian kepada para petani. Informasi yang berasal dari pusat, tidak boleh terputus dan hanya sampai di level pemerintah daerah, namun harus dapat diterjemahkan hingga ke petani.
“Bapak ibu petani mudah-mudahan tidak kapok. Terus menyekolahkan anaknya tidak di sektor pertanian. Akhirnya lahan yang dimiliki untuk pertanian dijual. Ini tidak bisa dicegah. Kecuali kita lindungi dengan RUTR. Tapi ini sulit. Bahwa menjadikan profesi petani ini menarik, perlu kerja sama kita semua. Jangan sampai neraca impor-ekspor lebih tinggi impor,” katanya.
Harvick mengungkapkan secara pribadi yang tentu pula didukung Kementerian Pertanian, target yang ingin dicapai tidak saja Ketahanan Pangan, tapi hingga Nasional Recilience.
“Bahwa sangat bergantung kepada food resilien, syukur-syukur bisa kedaulatan pangan. Ini penting, karena kedepan saya lihat perkembangan ekonomi ini hampir 100 persen pangan. Makanya saya selalu mensinergikan ini dengan Kementerian Perdagangan agar jangan sampai mengeluarkan kebijakan yang bertentangan, sehingga masyarakat bingung,” bebernya.
Dia mengaku sudah beberapa kali terjadi kebijakan yang menuai pro dan kontra. Misalnya, soal impor beras yang mengalami miss informasi dan perbedaan data, meski akhirnya pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan, bahwa tahun ini Indonesia tidak impor beras.
“Saya bersyukur sekali karena pertama kali yang menolak impor beras itu adalah saya. Jadi syukur Alhamdulillah ternyata banyak juga yang menolak impor beras. Dan perlu dipahami tugas kami secara nasional menjaga keseimbangan, tidak boleh juga terlalu banyak produksi. Porang misalnya, kami sampaikan kami Kementerian Pertanian tidak peduli hal itu, karena biasanya di tengah jalan muncul ide kreatif,” kata Wamentan.
Artikel ini ditulis oleh:
A. Hilmi