Jakarta, Aktual.com – Penetapan Holding Subholding anak usaha PT Pertamina mendapat kritikan dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Menurut Presiden FSPPB, Arie Gumilar, pembentukan Subholding berpotensi mengarah kepada rencana pelepasan asset melalui IPO yang akan mengakibatkan tidak dapat dikontrolnya harga produk karena penentuan harga berpotensi akan diserahkan kepada mekanisme pasar.
Arie mengatakan terbentuknya Holding Subholding dan Rencana akan dilakukannya IPO terhadap 5 Anak Usaha Inti Pertamina menimbulkan kekhawatiran. Apalagi 3 dari 5 Anak Usaha Inti Pertamina tersebut yakni PT. Pertamina Geothermal Energy, PT. Pertamina Hulu Energi, dan PT. Pertamina International Shipping adalah anak usaha yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
“Sehingga rencana ini akan menimbulkan beberapa kekhawatiran,” kata Arie dalam sebuah Webinar bersama Dewan Energi Mahasiswa (DEM) beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan sedikitnya ada 8 (delapan) kekhawatiran yang akan ditimbulkan jika Holding Subholding ini direalisasikan, dengan dilakukannya IPO anak usaha Pertamina.
Pertama, aksi korporasi tersebut berpotensi melanggar UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN Pasal 77 huruf (c) dan (d) yang mengatur tentang persero yang tidak dapat diprivatisasi.
Kedua, besarnya potensi Pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 52/PMK.010/2017 akan terganggu. Ketiga, transfer pricing antar subholding berpotensi menyebabkan Harga Pokok Produksi (HPP) Bahan Bakar Minyak (BBM) meningkat.
Ketiga, transfer pricing antar subholding berpotensi menyebabkan HPP (Harga Pokok Produksi) BBM meningkat. Jika ini terjadi maka yang dirugikan adalah rakyat karena harus membeli BBM dengan harga yang lebih mahal.
Keempat, potensi terjadinya Silo-silo antar subholding karena sudah menjadi entitas bisnis yang tersendiri dan mempunyai target kinerja masing-masing.
Kelima, terjadinya tumpang tindih bisnis antar Subholding yang memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat. Keenam, kemampuan subholding dalam mengemban beban penugasan BBM PSO terganggu.
“Karena masing-masing subholding ditarget kinerja masing-masing, maka akan memungkin setiap subholding hanya memikirkan mengejar keuntungan dibandingkan memikirkan kepentingan rakyat,” ujarnya.
Ketujuh, hilangnya Privilege yang diberikan oleh pemerintah ketika subholding melakukan IPO. kedelapan, mengancam Ketahanan Energi Nasional dan Program Pemerataan Pembangunan (BBM 1 harga) tak berjalan.
Dalam case Holding Subholding dan rencana IPO anak-anak Perusahaan Pertamiana ini, FSPPB dengan tegas menyatakan menolak unbundling dan privatisasi Pertamina.
“Kami telah melakukan berbagai upaya perjuangan baik secara litigasi maupun non litigasi. Pada bulan Juli 2020 FSPPB telah mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat, menggugat Menteri BUMN dan Dirut Pertamina untuk membatalkan unbundling Pertamina dengan bungkus Restrukturisasi Holding Subholding,” tegas Arie.
Bahkan, lanjutnya, FSPPB juga melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi terkait UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 77 huruf c. dan d. yang meminta agar Majelis Hakim MK memutuskan bahwa yang tidak dapat diprivatisasi sebagaimana dimaksud pasal 77 adalah termasuk Anak-anak usaha BUMN yang menjalankan proses bisnis inti.
“Berbagai cara telah kita tempuh seperti upaya class action, unjuk rasa, siaran pers, melakukan edukasi kepada semua stakeholder termasuk permohonan JR ke Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
A. Hilmi