Jakarta, Aktual.co — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menargetkan revisi undang-undang (UU) Migas No. 22 tahun 2001 rampung di tahun ini. Perlu diketahui, sejumlah kalangan menilai dalam UU Migas No.22 tahun 2001 terdapat 17 pasal yang inkonstitusional.

“UU Migas kita ingin selesaikan tahun ini, sebelumnya kita juga sudah minta ke Pemerintah untuk menyelesailan apa-apa yang diminta MK kepada Pemerintah,” kata Kardaya di gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, (4/3).

Kardaya menjelaskan, sesuai dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), setelah BP Migas dibubarkan, Pemerintah diminta mengkaji untuk membentuk lembaga baru yang bersifat permanen dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang akan diatur dalam UU Migas baru. Namun, sejauh ini, lembaga permanen tersebut masih belum juga dibentuk, justru lahirlah badan adwork yakni SKK Migas pasca dibubarkannya BP Migas.

“Karena sudah selama raker sebulan ini, belum juga terdengar mengenai progres kajian itu, apakah sudah, ataukah baru akan dimulai, atau baru rencananya?,” ujarnya.

Menurut Kardaya, jika hal itu tidak segera dipenuhi, maka dirinya pesimis jika Pemerintah akan siap untuk membicarakan UU.

“Kalau itu tidak dipenuhi, maka saya tidak yakin pemerintah siap masuk dalam membicarakan UU. Karena masih ada permintaan MK terdahulu yang belum dilakukan,” jelasnya.

Ia menambahkan, dalam perubahan UU, tentunya akan memiliki dampak. Dampak yang dimaksud adalah dengan berubahnya UU, maka investor sudah tentu akan memperlambat jalannya.

“Maka dari itu, kalau ingin dirubah maka cepat dan segera, kalau tidak diubah yah bilang tidak. Agar para investor jelas. UU migas ini memiliki keterkaitan dengan UU lain. Karena tidak ada UU yang berdiri sendiri. Ini berkaitan dengan UU pertanahan, perpajakan dan lain lain,” tukasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka