Jakarta, Aktual.com– Ketika membaca al-Quran sering kita melihat terdapat di awal surah huruf-huruf yang terputus atau yang bisa disebut sebagai huruf-huruf Muqaththa’ah. Huruf-huruf ini biasanya tidak memiliki arti, lalu apa keistimewaan dari huruf tersebut?
Al-Imam al-Ghazali dalam kitab Adz-Dzahabul Ibriz mengutip sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Ibn wahb pernah menceritakan sebuah kisah, sebagai berikut:
Anas ibn Malik pernah berfatwa bahwa baiat di bawah paksaan tidak sah, begitu juga perceraian dan pembebasan budak. Pada saat itu di Madinah ada gubernur dari Bani Abbas. Maka disampikanlah kepada gubernur itu bahwa Malik ibn Anas mendukung keluarga Ali bin Abi Thalib, selain itu Malik juga berfatwa bahwa baiat yang dipaksakan itu tidak sah.
Maka sang gubernur mendatangi Anas bin Malik dan berkata, “Telah sampai kabar kepadaku mengenai dirimu bahwa engkau berfatwa sesungguhnya baiat orang di bawah paksaan tidaklah sah. Sesungguhnya engkau telah berbuat sewenang-wenang karena menggugurkan hak kami (Bani Abbas) dan menetapkan kekhalifahan keluarga Ali bin Abi Thalib.”
“Bukankah engkau sendiri tahu bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak sah talak dibawah paksaan,’ yang maksudnya di bawah desakan? Apakah lantas saya meninggalkan sabda Rasulullah SAW ini sehingga aku menjadi sesat dan tidak termasuk orang yang mendapatkan hidayah,” jawab Anas bin Malik
“Tariklah ucapanmu itu, maka itu akan baik bagimu,” kata Gubernur tersebut.
“Tidak, saya tidak akan menarik ucapan saya karena Rasulullah bersabda, “Tidaklah sah hukum sesuatu di bawah paksaan orang,” jawab Anas.
Maka Wakil Gubernur menuliskan surat untuk Amirul Mukminin Harun ar-Rasyid yang berisi perselisihan tersebut. Harun ar-Rasyid mendatangi Madinah dengan sangat marah kepada Anas bin Malik. Sedangkan Anas bersembunyi di dalam rumah dan mengunci pintu rumahnya. Ia tidak ingin bertemu Amirul Mukminin.
Hal tersebut semakin membuat marah Harun. Maka ia mendatangi Anas bin Malik sendiri. Pengawalnya menyeru kepada Anas bin Malik yang ada di dalam rumahnya, “Wahai Hamba Allah, Amirul Mukminin ar-Rasyid berdiri di depan pintu rumahmu. Anda harus taat kepadanya dan anda dilarang keras melawannya,”
Ia tidak segera membuka pintu, hingga setelah sekian lama ia baru membukanya. Sebelumnya, Anas bin Malik telah menuliskan huruf di sepuluh jemarinya dua huruf Muqatha’ah, yaitu pada tangan kanannya, كهيعص dan pada tangan kanannya حم عسق, kemudian ia buka tangannya di wajah Amirul Mukminin.
Seketika itu, Harun ar-Rasyid menjadi lembur biacaranya dan memeluk Anas bin Malik dengan penuh kemuliaan. Harun ar-Rasyid berkata, “Jika aku tidak mendatangimu, engkau tidak akan datang kepadaku. Sebab, ketika aku datang padamu pun, engkau menghindariku. Telah sampai kabar kepadaku dari gubernurku apa yang terjadi antara engkau dan gubernur itu. Dalam hal ini, aku mendukungmu. Bersikaplah sebagaimana yang engkau mau terhadap dia,”
“Wahai Amirul Mukminin, Aku telah memaafkan dia berkat kehadiranmu,” jawab Anas bin Malik.
Dari kisah di atas, menurut Anas bin Malik, rahasia keistimewaan huruf-huruf Muqatha’ah ini adalah untuk melembutkan perkataan para pemimpin, petinggi dan siapa saja yang ditakuti. Ia memiliki khasiat untuk mengendalikan kekuatan atau ucapan. Huruf-huruf ini berguna untuk melemahkan ucapan penguasa dan memudahkan berbica dengannya.
Waallahu a’lam
(Rizky Zulkarnain)
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra