Ilustrasi

Jakarta, Aktual.com– Dalam bermazhab seseorang yang belum mampu untuk berijtihad hendaknya bertaqlid. Taqlid sendiri berasal dari kata qallada-yuqallidu-taqliidan yang memiliki arti menghiasi, meniru, menyerahkan, mengikuti dan sebagainya.

Sedangkan ulama ushul mendefinisikan taqlid sebagai menerima perkataan orang lain, yang tidak diketahui darimana sumber atau dasar perkataan (pendapat) itu. Sedangkan Muhammad Rasyid Ridha dalam kitab Tafsir al-Manar mendefinisikan taqlid dengan mengikuti pendapat orang-orang yang dianggap terhormat atau orang yang dipercaya tentang suatu hukum agama Islam tanpa meneliti lebih dahulu benar salahnya, baik buruknya serta manfaat atau mudharat dari hukum itu.

Syekh Ahmad Dahlan al-Pacitani mengutip pendapat dari Syekh bin al-Jamal dan lainnya memberikan syarat-syarat bertaqlid yaitu sebagai berikut:

Pertama, hendaknya mazhab yang ditaqlidi oleh seorang muslim itu adalah mazhab yang resmi, supaya seorang yang bertaqlid bisa benar-benar mendalami pendapat-pendapat mazhabnya secara berurutan.

Kedua, seorang yang bertaqlid harus memenuhi syarat-syarat dalam mengikuti pendapat suatu permasalahan.

Ketiga, hendaknya seorang yang bertaklid tidak bertentangan dengan keputusan mujtahid, dan pendapatnya tidak dengan apa yang telah tercantum dalam teks al-Quran, al-Sunnah, Ijma, dan Qiyas yang jelas.

Keempat, seseorang yang bertaqlid tidak boleh asal mengambil keringanan dari setiap mazhab dengan tujuan agar beribadahnya lebih mudah dan terbebas dari ikatan kewajiban sebagai seorang hamba. Dari situlah, memilih pendapat yang beraneka ragam itu termasuk kefasikan.

Kelima, hendaknya seorang yang bertaqlid tidak boleh mengamalkan pendapat seorang mujtahid dalam satu masalah tertentu, dan bertaqlid pada pendapat imam lain dalam masalah yang sama.

Keenam, hendaknya seorang yang bertaqlid itu tidak mencampuradukkan (talfiq) antara dua pendapat mazhab yang sejatinya kedua pendapat itu justru malah bukan dari kedua imam tersebut.

Begitulah syarat-syarat bertaqlid yang harus dilakukan oleh seseorang yang masih belum mampu berijtihad.

Waallahu a’lam

(Rizky Zulkarnain)

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra