Depok, Aktual.com – Memasuki hari ketiga, proses penilaian lahan pembangunan Komplek Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Cimanggis, Cisalak, Depok yang sebagian masih dikuasai masyarakat berlangsung lancar. Pantauan di lapangan, Jumat (20/8/2021), warga yang sebelumnya menggarap lahan Barang Milik Negara (BMN) atas nama Kementerian Agama RI tersebut dengan sukarela asetnya, termasuk bangunan dan tanaman dinilai oleh Tim Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), untuk kemudian dikonfersi dalam bentuk uang kerohiman.

Kepala Pejabat Pembuat Komitmen Pembangunan UIII, Drs. H. Syafrizal, MSI mengaku kelancaran proses penilaian pada penertiban lahan UIII tahap II ini tak lain hasil dari kerja keras Tim Penertiban Lahan yang diisi berbagai perangkat, diantaranya TNI, Polri, Satpol PP Kota Depok, Kuasa Hukum Kementerian Agama, tim dari Kemenag RI, UIII dan , Tim KJPP yang bertugas melaksanakan penilaian.

“Kami dari UIII, Kementerian Agama dan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam merasa sangat bersyukur dan berterimakasih kepada tim, baik dari Polres, Kodim, Lawyer, dan Tim Satpol PP,” ujar Syafrizal di lokasi pembangunan Kampus UIII Depok, Jum’at (20/8/2021).

Lebih lanjut Mantan Kepala Biro Umum Kementerian Agama RI ini menuturkan, hingga memasuki hari ketiga ini, pihaknya belum menjumpai kendala berarti dalam mendampingi KJPP untuk turun langusng ke bidang tanah yang masih dikuasa warga. Kendati demikian Tim Penertiban Lahan Pembangunan Kampus UIII tetap mempersiapkan berbagai sekema untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dan berpotensi menghambat jalannya penilaian sebelum nantinya melakukan eksekusi penertiban.

“Kami bersyukurnya begini, waktu diadakan pembebasan lahan (Tahap I -red) resistensinya luar biasa besar, sebagian warga saat itu menolak untuk penghitungan lahan, sebagian lagi setuju, dan sebagian lagi ada yang memprovokasi warga agar menolak untuk dinilai asetnya. Maka beberbekal informasi dari Polres yang turut melakukan pengamanan maka tadi kami melakukan rapat koordinasi,” tuturnya.

Dalam Rapat Koordinasi tersebut, terang Syafrizal, diantaranya membahas tentang potensi resistensi pada wilayah-wilayah yang masuk dalam target penilaian beberapa hari kedepan. Pihaknya juga merumuskan perubahan strategi untuk menghadapi segala kondisi di lapangan dan meyakinkan para petugas yang bertugas mengawal Tim KJPP di lapangan bahwa proses Penertiban Lahan UIII tahap II ini berkedudukan hukum tinggi, yakni Perpres 62 Tahun 2018 Tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Nasional. Dimana dalam peroses penilaian hingga penertiban nanti, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama bersama para aparat yang bertugas mengedepankan keakuratan data, akuntabilitas dan memenuhi rasa keadilan.

“Kita ini dasar hukumnya kuat, dari segi pemberian kerahiman itu dilindungi Perpres 62 Tahun 2018, yang memberikan kerahiman dengan 4 komponen, pertama untuk mengganti biaya pembongkaran atau tumbuhan di sana, kedua adalah beiaya transportasi keluar, ketiga mengganti biaya untuk mengontrak satu tahun di luar, dan keempat juga bagaimana kalau dia kehilangan pekerjaan. Nah empat komponen ini yang dihitung oleh KJPP secara netral, bukan oleh Kementerian Agama, bukan pula lembaga dibawah Pemerintah Kota Depok, tapi KJPP yang mempunyai lisensi Kementerian Keuangan,” tandasnya.

Sebagai informasi, tahap penilaian pada Penertiban Lahan UIII Tahap II ini, telah berlangsung sejak Rabu, 18 Agustus 2021 lalu, dimana pada hari pertama 16 bidang lahan telah rampung dilakukan penilaian, hari kedua 16 bidang, dan hari ketiga 11 bidang, sehingga telah rampung 43 bidang yang telah dinilai dengan mulus dan lancar dan dan selama 10 hari kerja KJPP akan menilai total sebanyak 141 bidang sesuai SK tim terpadu yg diketuai Sekretaris daerah Provinsi Jawa Barat.

Kementerian Agama bersama Tim Penertiban Lahan UIII Tahap II turun langsung ke lapangan mendampingi KJPP dalam melakukan penilaian, penilaian dilakukan dengan menyisir bidang-bidang lahan yang masuk dalam list disaksikan pihak yang mengaku telah menggarap lahan tersebut minimal 10 tahun. Penilaian dilakukan dengan Protokol Kesehatan Covid-19 yang ketat.

Artikel ini ditulis oleh:

A. Hilmi