Jakarta, Aktual.co — Menteri Perdagangan (mendag) Rachmat Gobel kembali membuat peraturan baru. Dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam dan untuk memastikan akurasi devisa hasil ekspor, dikeluarkan kewajiban penggunaan Letter of Credit (L/C) bagi eksportir barang tertentu.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 04/M-DAG/PER/1/2015 Tentang Ketentuan Penggunaan Letter of Credit untuk Ekspor Barang Tertentu dan telah ditetapkan Menteri Perdagangan RI Rachmat Gobel pada tanggal 5 Januari 2015.
Kebijakan ini akan resmi berlaku pada 1 April 2015 mendatang. Selain mengatur ekspor sektor Minerba, Permen tersebut juga mengatur ekspor dalam sektor Migas.
Menanggapi hal itu, Kepala Tim Reformasi Tata Kelola Migas menilai Permendag Nomor 4 tahun 2015 tersebut akan menjadi awal kiamat kecil di industri Minyak.
“Inilah yang akan membuat kiamat kecil industri minyak. Wajib dibatalkan untuk migas, nah untuk batu bara dan sawit motifnya saya tidak tahu,” kata Faisal saat ditemui di Kantornya di Jalan Plaju, Jakarta, Selasa (3/3).
Faisal juga mempertanyakan tujuan Mendag Gobel menerbitkan aturan seperti itu. Menurutnya, meski hal itu bertujuan menertibkan devisa negara, aturan itu tetap dinilainya sangat tidak tepat.
“Untuk migas, (tujuannya) menertibkan apa? migas itu diaudit Ditjen Pajak, SKK Migas dan BPK, harga ditentukan pemerintah, kemudian jumlah dan siapa yang membeli itu ditandatangani menteri. Jadi itu mau digugat sama Mendag? Gila. Kalau batu bara silahkan,” tegasnya.
Ia menjelaskan, langkah Mendag Gobel memasukan Migas dalam Permen-nya merupakan kesalahan yang fatal. Pasalnya, harga migas itu sudah jelas mengikuti ICP, harganya pun Pemerintah yang menentukan sehingga dapat dikatakan kuantitasnya sudah jelas.
“Wajib batal dan segera tidak boleh menunggu bulan April karena kontrak ini (Migas) kan tiga bulan. kalau tidak pasti, tidak batal-batal (Permen) juga, maka delay kontraknya dan makin banyak yang membatalkan kontrak,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka