Jakarta, Aktual.com – Diduga telah memutus hubungan kerja secara sepihak, PT Mutiara Jawa, perusahaan yang bergerak di bidang angkutan laut domestik khusus untuk barang, mendapat somasi dari karyawannya. Pasalnya, perusahaan dengan pemegang saham asal Korea itu melakukan PHK tanpa memberi pesangon apapun.
Somasi itu dilayangkan Andika Poetra Utama, karyawan PT Mutiara Jawa yang bekerja diperusahaan itu semenjak tahun 2016 lalu. Andika di PHK tanggal 2 Oktober 2020 oleh Direktur Utama perusahaan itu, Choi Jun Ho tanpa memberikan pesangon.
Atas hal itu, Andika pun lantas mengadukan perusahaan Korea itu ke Dinas Tenaga Kerja Jakarta Selatan. Tanggal 15 Maret 2021, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta pun kemudian memutuskan bahwa PT Mutiara Jawa wajib membayarkan pesangon kepada Andika Poetra.
Jumlah pesangon yang harus dibayarkan mencapai Rp 419 juta lebih. Tapi surat anjuran dari Disnaker DKI Jakarta itu tak juga digubris oleh PT Mutiara Jawa. Alhasil melalui kuasa hukumnya dari kantor hukum Daar Afkar & Co. Lawyers, Andika melayangkan somasi terhadap perusahaan dari negeri ginseng tersebut.
“Ini sudah pelanggaran hukum berat dari perusahaan asing terhadap warga negara Indonesia,” tegas Ahsani Taqwim Siregar selaku kuasa hukum Andika kepada wartawan di Jakarta, Jumat (27/8).
Karena, menurut Ahsani, berdasarkan data dan fakta yang terjadi, perusahaan itu tak hanya sekali melakukan pelanggaran hukum seperti itu. Beberapa karyawan yang telah bekerja mengabdi di sana juga mengalami perlakuan serupa.
“Perusahaan selalu beralasan adanya pelanggaran hukum berat untuk mengelak dari pembayaran pesangon,” tambahnya.
Dari situlah Ahsani Siregar menegaskan agar perusahaan asing itu bersedia mematuhi hukum Indonesia. “Jika tidak, maka ini menjadi masalah besar dikemudian hari,” paparnya lagi.
Bukan itu saja, kata dia, perusahaan tersebut juga ditenggarai tak memenuhi syarat pelayaran sesuai peraturan pemerintah tentang angkutan di perairan. Hal itu, kata Ahsani berdasarkan hasil penyelidikan internalnya bahwa disebutkan PT Mutiara Jawa banyak sekali melanggar peraturan, setidaknya ada dua ketentuan yang dilanggar.
“Jelas sekali bahwa perusahaan ini nampak mengabaikan peraturan yang ada. Pemerintah harus tegas, jika perlu dicabut izin olah geraknya,” beber Ahsani.
Ahsani menjelaskankan bahwasannya perusahaan ini adalah perusahaan asing yang melakukan usaha patungan (joint venture). Menurut PP No.20/2010 Pasal 96 ayat 1, bahwa mereka harus memiliki kapal berkapasitas ukuran paling kecil 5.000 GT (Gross Tonnage).
Selain itu juga tongkang yang mereka miliki tidak memiliki mesin. Padahal dalam PP tersebut pasal 94 ayat 4 huruf (d) disebutkan seharusnya tongkang mereka bermesin dengan ukuran paling kecil 175 GT.
“Memiliki tongkang bermesin berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran paling kecil GT 175,” pungkas Ahsani mengutip PP No.20/2010 pasal 94 ayat 4 huruf (d).