Jakarta, Aktual.co — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merekomendasikan langkah moratorium dan rasionalisasi terhadap pengelolaan keramba jaring apung (KJA) di kawasan perairan di Danau Toba, Sumatera Utara, dan Waduk Citarum, Jawa Barat.

“Untuk menjaga kelestarian lingkungan dan demi mendukung keberlanjutan ekonomi masyarakat setempat, Balitbang KP (Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan) merekomendasikan perlunya langkah moratorium dan rasionalisasi pengelolaan KJA di dua perairan penting tersebut,” kata Kepala Balitbang KKP Achmad Poernomo dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (3/3).

Menurut Achmad Poernomo, kegiatan budidaya ikan di perairan Toba dan Citarum sudah berlebihan, jauh melebihi daya dukung alamiahnya. Produksi ikan budidaya melalui KJA di Danau Toba tahun 2012, misalnya sudah mencapai 75.559 ton.

Padahal, ujar dia, daya dukung maksimal untuk produksi ikan budidaya di tempat tersebut sekitar 50.000 ton. “Artinya terjadi over produksi sekitar 25.500 ton atau kelebihan sekitar 51 persen dari kapasitas daya dukungnya,” katanya.

Ia juga mengemukakan kegiatan budidaya ikan yang berlebihan telah mencemari lingkungan, mengurangi kualitas air, dan mengganggu keanekaragaman hayati di sana.

Sedangkan pengelolaan perikanan, baik tangkap maupun budidaya ikan KJA Citarum harus dilakukan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem yang berbasis kemitraan sehingga tercapai pembangunan perikanan berkelanjutan.

Langkah-langkah strategis pengelolaan yang harus dilakukan antara lain rasionalisasi jumlah unit KJA yang boleh beroperasi, di Waduk Djuanda dari 27.800 unit KJA menjadi 2.364 unit, di Waduk Cirata dari 49.985 unit menjadi 7.037 unit, dan di Waduk Saguling dari 6.980 unit KJA harus diturunkan menjadi 3.625 unit dan kemudian harus diikuti dengan penataan kembali zonasinya.

Selain itu, kepemilikan KJA untuk setiap kepala keluarga harus didistribusikan secara adil dan rasional sesuai dengan skala ekonomis, pengaturan biomassa ikan yang dipelihara secara adil di antara pembudidaya.

Kemudian, pengembangan regulasi dan diikuti dengan penegakkan hukum melalui pengembangan kemitraan antara pembudidaya KJA dengan otoritas waduk, pengembangan sistem peringatan dini bagi pembudidaya, serta pengembangan prinsip budidaya KJA ramah lingkungan dengan pendekatan ekosistem.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mendorong pengajuan gugatan ‘class action’ terhadap pihak yang dinilai merusak lingkungan seperti praktek jala apung yang merusak daya dukung lingkungan di Waduk Jatiluhur.

“Bila perlu kita mengadvokasi dengan mengajukan class action dari petani pembudidaya kepada otoritas bendungan,” kata Susi Pudjiastuti di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Senin (2/2).

Menurut dia, pengajuan somasi atau class action itu antara lain karena terdapat banyak sekali jala apung yang jumlahnya dinilai melebihi dari jumlah yang sebenarnya ditetapkan sehingga menggerus daya dukung lingkungan.

Menteri Kelautan dan Perikanan mengatakan, yang terjadi di bendungan tersebut juga terjadi di sejumlah daerah lainnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid