Keruntuhan ekonomi global yang disebabkan oleh kekeliruan strategi melawan Covid-19 ini seharusnya membuka kesadaran agar kita sebagai bangsa merumuskan kembali strategi pembangunan kita dalam lansekap dunia yg telah banyak berubah.
Sebelum pandemi, kebijakan pembangunan kita sudah lama terlalu terobsesi dengan pertumbuhan melalui eksploitasi sektor primer dengan nilai tambah rendah, dan mengandalkan investasi asing untuk penciptaan lapangan kerja.
Kebijakan industri kita dikalahkan oleh kebijakan perdagangan sehingga Indonesia praktis menjadi pasar bagi hampir semua produk asing sejak jarum jahit hingga pesawat terbang, sejak alat kesehatan hingga vaksin, sejak publikasi ilmiah hingga standard dan perankingan kampus.
Sejak sepuluh tahun terakhir industri kita praktis telah menjadi satelit industri China sebagai bagian penting dalam proyek ambisius One Belt One Road.
Ketergantungan kita pada investasi asing telah mengancam kedaulatan. Banyak regulasi dibuat untuk memanjakan investor asing, sementara warga sendiri dipaksa puas hanya sebagai buruh trampil dengan daya tawar yang lemah.
Hampir semua sektor ekonomi strategis dikuasai oleh Multi National Corporation, terutama di hulu sejak sektor energi, pertambangan, pertanian hingga pangan. Sulit untuk mengatakan bahwa Republik ini benar-benar merdeka setelah 76 tahun sejak proklamasi.
Negeri dengan bentang alam seluas Eropa dengan kekayaan sumberdaya alam melimpah dan mega-diversified serta pasar domestik yang besar seharusnya memiliki cukup keberanian untuk memprioritaskan pembangunan yang memperkuat kedaulatan energi, pangan, komunikasi dan transportasi, serta pertahanan.
Kebijakan ini diarahkan untuk membangun kepulauan Indonesia sebagai negara maritim sebagai geostrategic default. Potensi-potensi agro-maritim itu harus ditransformasi menjadi kekuatan ekonomi, sosial, budaya, politik dan pertahanan keamanan kelas dunia sesuai amanah para pendiri bangsa.
Perlu disadari bahwa sistem keuangan nasional kita sejak kemerdekaan telah dibegal oleh riba melalui IMF dan the World Bank. Riba ini telah merampok kekayaan bangsa ini sehingga tetap miskin dan nyaris diperbudak.
Kemiskinan bangsa ini tidak pernah disebabkan oleh kebodohan, korupsi dan kemalasan, tapi oleh perdagangan yang tidak adil, serta ketidakcukupan energi untuk melakukan proses-proses nilai tambah yang diperlukan untuk mengolah bahan-bahan mentah menjadi produk-produk industri berbasis agro-maritim yang dibutuhkan pasar domestik dan juga pasar global.
James Wharram pernah mengatakan bahwa korupsi orang Indonesia masih amatiran dibanding korupsi elegant orang Barat yang dengan congkak menyebut dirinya sebagai bangsa maju dengan indeks korupsi rendah. Riba uang kertas USD telah menjadi instrumen transfer bersih kekayaan negeri ini ke negara-negara Barat.
Inilah “kebocoran” yang pernah disinggung oleh Prabowo Subiyanto beberapa waktu silam. Semua transaksi internasional seharusnya bisa dilakukan dengan barter agar lebih adil.
Artinya, ekspor ikan, kayu, tambang kita tidak bisa lagi dibayar dengan USD, tapi harus dibarter langsung dengan jagung, kedelai, PLTN, komputer dan produk-produk teknologi lainnya.
Progressive manufacturing strategy seperti pernah dikembangkan oleh BJ Habibie layak dipertimbangkan kembali dengan pola pembiayaan bebas riba. Pengembangan kemampuan rancang bangun nasional melalui instrumen BUMN harus menjadi bagian tak terpisahkan dalam pembangunan industri energi, telekomunikasi, dan transportasi.
Ini dilakukan dengan memproduksi produk-produk teknologi yang dibutuhkan pasar saat ini di klaster-klaster industri yang tersebar di seluruh tanah air, sambil memberi pengalaman rancangbangun yang cukup bagi para insinyur Indonesia.
Kemudian design capability bagi produk-produk inovatif masa depan dikembangkan bersama lembaga-lembaga riset dan perguruan tinggi nasional. Hal ini membutuhkan komitmen jangka panjang, kebijakan industri dan ristek yang konsisten, serta sikap birokrasi dan stakeholders yang sinergis dan bersih jauh dari korupsi.
Kepercayaan pada para insinyur Indonesia harus diberikan agar mereka memiliki pengalaman kerja yang cukup untuk membangun design engineering skills yang dibutuhkan. Lagipula, rancangan sistem-sistem teknik yang kompleks untuk aplikasi sipil dan militer memerlukan waktu yang cukup untuk menjadi well proven design.
Sementara itu BUMN perlu didorong terus agar efisien, inovatif dan meritokratik serta dibebaskan dari intervensi politik jangka pendek.
By: Daniel Mohammad Rosyid
Rosyid College of Arts and Maritime Studies.