ilustrasi Aksi Massa

Jakarta, Aktual.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan mengusut tuntas dugaan salah tangkap terhadap Rafi’i (23) mahasiswa sekaligus aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Barabai, Hulu Sungai Tengah.

“Komnas HAM meminta Polda Kalsel mengusut tuntas kasus tersebut secara profesional dan transparan serta menindak tegas anggotanya yang terbukti bersalah,” kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Komnas HAM Hairansyah melalui keterangan tertulis yang diterima, Rabu (15/9).

Komnas HAM, kata Hairansyah, juga mengecam dugaan salah tangkap dan tindak kekerasan yang dimaksud. Sebab, hal itu bertentangan dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal tersebut menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Polri senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Tindakan tersebut juga telah mencederai tekad Polri untuk menjadi Polri yang “Presisi” yaitu prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan sebagaimana program yang diusung oleh Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sejak menjabat sebagai Kapolri.

Selain itu, tindakan tersebut juga bertentangan dengan Pasal 10 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas Polri (Perkapolri 8/2009).

Aturan tersebut memerintahkan setiap anggota polisi untuk menghormati dan melindungi martabat manusia dalam menjalankan tugasnya dengan tidak boleh menghasut, mentolerir tindakan penyiksaan.

Kemudian termasuk pula perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia. Pada Pasal 11 Perkapolri 8/2009 juga menyatakan bahwa setiap petugas atau anggota Polri dilarang melakukan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang serta tidak berdasarkan hukum.

Penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan, penghukuman atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia, penghukuman serta tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum.

“Pernyataan ini sebagai bagian dari upaya mendorong pemajuan, perlindungan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia bagi setiap warga negara,” ujarnya.