Jakarta, Aktual.co — Pada era Orde Baru dulu, untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana yang diamantkan oleh Pancasila dan UUD 1945, maka dicanangkanlah Trilogi pembangunan, yakni pertama Stabilitas Nasional yang dinamis, kedua Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, dan ketiga Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya. Di era pemerintahan Seokarno dicanangkan Trisakti yakni pertama, berdaulat secara politik; Kedua, mandiri secara ekonomi; dan ketiga, berkepribadian secara sosial-budaya.
Apabila dicerna lebih dalam ‘Trilogi’ Orde Baru dengan ‘Trisakti’ Seokarno mengandung cakupan yang sama yakni bahwa pembangunan itu membutuhkan politik yang kuat dan stabil, membutuhkan suatu pencapaian ekonomi yang tinggi, dan merata kepada seluruh aspek dan seluruh rakyat.
Namun di era reformasi pembangunan itu direduksi menjadi ekonomisme semata, hanya urusan meningkatkan Gross Domestic Product (GDP). Tidak peduli siapakah yang menghasilkan GDP, apakah asing, nasional atau rakyat. Tidak peduli dari mana sumber GDP, apakah dari utang luar negeri, dari investasi asing. Tidak peduli untuk siapa GDP, apakah untuk segelintir pemilik modal dan oligarki, yang penting tumbuh
Lebih parah lagi di era pemerintahan Jokowi-JK, yang dimaksud pembangunan direduksi hanya menyangkut pembuatan bangunan. Setiap hari presiden Jokowi dengan berbusa-busa bicara pembangunan infrastruktur. Pembangunan bagi Presiden Jokowi adalah proyek infrastruktur. Tidak peduli uangnya darimana, siapa yang membangunnya, untuk siapa pembangunan infrastuktur tersebut, yang penting kroni- kroni Presiden bisa mendapatkan bagian remah-remah dari proyek.
Lebih parah lagi Presiden Jokowi meninta negara lain untuk membangun infrastruktur di Indonesia. Maka dilancarkanlah diplomasi tingkat tinggi oleh Presiden Jokowi untuk meminta China membangun pelabuhan, Tol Laut, Jalan Tol, Pembangkit listrik, bandara, Monorel, dll. Presiden Jokowi tidak peduli nanti bahan bahan untuk pembangunan infrastruktur seluruhnya akan diimpor dari China, tenaga kerja seluruhnya diimpor dari china.
Nah …! Yang terakhir yang paling parah adalah Jokowi dan Kabinetnya yang sedang ‘ngiler’ dengan Mega Proyek Infrastruktur tersebut menganggap bahwa China akan menyelamatkan ambisi infstruktur Jokowi…. Kabinet Jokowi sepertinya gak pernah baca koran internasional, gak pernah baca analisis keuangan dunia, gak pernah analisis keuangan China dengan benar. Terlalu kebelet cepat kaya dan dapat remah remah bagian dari China. mimpi kali ye…
Sekarang ini China tengah sekarat!!!!!. Mau tahu berapa utang ekonomi China? nilainya mencapai USD28 triliun (£18.1tn, €24.9tn), atau setara dengan 282 % dari GDP negara tersebut. Utang Pemerintah, lembaga keuangan, bukan lembaga keuangan dan utang rumah tangga di China adalah yang terbesar di dunia. China tengah terperangkap dalam gelembung kredit property, kota kota baru dengan infrastruktur megah yang dibangun di China sebentar lagi akan berubah menjadi kota hantu. China tidak punya uang untuk membangun infrstruktur di Indonesia, yang diperlukan China adalah kontrak proyek dan hak atas tanah sebagai dasar untuk menjual Indonesia ke Pasar keuangan internasional… Piye Pak Jokowi, masih mau ngemis ke China…?
Ditulis oleh: Salamuddin Daeng
Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI – Jakarta)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka