Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.

Jakarta, Aktual.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memanggil Deputi Bidang Logistik dan Peralatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Prasinta Dewi untuk diperiksa sebagai saksi.

Prasinta dipanggil dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara  pada tahun anggaran 2021 untuk tersangka Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kolaka Timur Anzarullah (AZR).

“Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur untuk tersangka AZR,” kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (7/10).

KPK pada hari Rabu (22/9) menetapkan Anzarullah bersama Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur (AMN) sebagai tersangka.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa pada bulan Maret—Agustus 2021, Andi Merya dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah BNPB berupa dana rehabilitasi dan rekonstruksi (RR) serta dana siap pakai (DSP).

Awal September 2021, Andi Merya dan Anzarullah datang ke BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan. Dalam hal ini Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB, yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp12,1 miliar.

Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, Anzarullah kemudian meminta Andi Merya agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaan Anzarulla dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.

Adapun khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan dua unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta dan belanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.

Andi Merya menyetujui permintaan Anzarullah tersebut dan sepakat akan memberikan fee kepada Andi Merya sebesar 30 persen.

Selanjutnya, Andi Merya memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ratmawan selaku Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sehingga perusahaan milik Anzarullah dan/atau grup Anzarullah dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek itu.

KPK menduga Andi Merya meminta uang Rp250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut.

Anzarullah telah menyerahkan uang Rp25 juta terlebih dahulu kepada Andi Merya dan sisanya Rp225 juta disepakati akan diserahkan di rumah pribadi Andi Merya di Kendari.

Adapun sisa uang Rp225 juta tersebut yang diamankan KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Andi Merya dan kawan-kawan.

Anzarullah selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Andi Merya selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Andy Abdul Hamid