Logo NU
Logo NU

Jakarta, Aktual.com – Dinamika dan konstelasi politik jelang Muktamar NU ke-34 di Lampung pada Desember 2021 mendatang kian hangat. Sebagaimana kita ketahui, ada dua posisi yang akan ditentukan dalam Muktamar, yaitu Rais Am pada level Syuriyah dan Ketua Umum pada level Tanfidziyah. Dan yang paling menyita perhatian tentu saja terkait siapa yang bakal terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) selanjutnya.

Hingga saat ini tanpa mengabaikan nama-nama lain, setidak ada dua bakal calon ketua umum yang santer disebut terkuat dan memiliki peluang paling serta dukungan paling banyak serta diprediksi bakal head to head yakni KH Said Aqil Siradj dan KH Yahya Cholil Staquf.

Dinamika dan konstelasi Muktamar NU kian hangat terkait gerakan kubu masing-masing bakal calon yang mulai saling melempar isu opini dari soal latarbelakang organisasi hingga profil rekam jejak pemikiran dan jaringan kedua tokoh yang diprediksi bakal bersaing ketat tersebut.

Analis Media, Politik dan Sosial Keagamaan yang juga Koordinator Jaringan Muslim Madani (JMM), Syukron Jamal menilai dinamika dan kontestasi jelang Muktamar tersebut sangat wajar. Pasalnya NU merupakan ormas Islam terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia, selain itu menurutnya NU merupakan ormas yang terbuka dan demokratis.

“NU adalah ormas terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia. NU juga merupakan wadah organisasi yang sangat terbuka dan demokratis. Semua pihak punya kepentingan bukan hanya warga Nahdliyyin itu sendiri,” ujarnya di Jakarta, Minggu (9/10/2021).

“Sikap moderat NU sebagai representasi Islam Wasathiyah yang rahmatan lil alamin punya peran penting mengawal kehidupan bangsa dan negara yang majemuk seperti Indonesia, dalam kancah global juga demikian dimana peran NU sangat dibutuhkan dalam mewujudkan sistem dan tatanan peradaban dan perdamaian dunia,” terangnya.

Namun meski demikian, mantan aktivis PMII itu mengatakan dinamika dan konstelasi jelang Muktamar harus tetap menjaga dan mengedepankan marwah NU dan para kyai atau ulama didalamnya. Konstelasi yang kian hangat diharap Syukron lebih mengedepankan pada pertarungan ide dan gagasan, visi misi membawa NU semakin berperan baik di nasional maupun global sekaligus pada sisi lain menjawab berbagai tantangan keumatan.

“NU bagaimanapun bukan organisasi atau partai politik melainkan organisasi keumatan. Siapapun yang berkontestasi tentu adalah merupakan figur-figur yang terbaik dan mumpuni serta patut dihormati sehingga harus dihindari upaya saling menjatuhkan secara personal,” tegasnya.

Syukron mengingatkan bahwa tantangan NU kedepan akan semakin berat seiring dengan era globalisasi yang ditandai dengan interkoneksi dimana manusia satu dan lainnya saling terhubung dengan berbagai latarbelakang suku bangsa, ideologi dan pemikiran berbeda. Pada sisi lain dunia terus berubah sehingga menuntut kualitas SDM yang mampu menjawab kebutuhan sekaligus persoalan global mulai dari ekonomi, politik, sosial, budaya, lingkungan hingga perkembangan sains teknologi.

“Di era globalisasi sebagai pengaruh keterbukaan informasi, kita saat ini dihadapkan pada massifnya penyebaran paham dan gerakan ideologi transnasional yang tidak sedikit bertolakbelakang dengan semangat moderasi beragama, kultur serta budaya bangsa namun justru subur dan berkembang di tanah air kita tercinta,” katanya.

“NU harus hadir di semua lapisan umat menjawab tantangan ini salah satunya, kembali memperkuat dan menjaga basis akar rumput sebagai kekuatan utama NU selama ini,” jelas alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Syukron berharap Muktamar NU dapat melahirkan kebijakan dan produk hukum organisasi serta kepemimpinan yang terus membawa NU maju, berkembang dan modern, berperan dalam kerja-kerja keumatan melalui berbagai program pemberdayaan umat, penguatan ekonomi, pendidikan, kesehatan, pengembangan sains teknologi dan tentu saja tetap menjadi garda terdepan membumikan islam rahmatan lil alamin yang ramah, moderat dan toleran.

Artikel ini ditulis oleh:

A. Hilmi