Jakarta, Aktual.com – Pakar bisnis dan investasi, Poempida Hidayatulloh dalam acara webinar dialog aktual ‘Mengakhiri Jeratan dan Jebakan Pinjaman Online’ yang diinisiasi oleh Aktual.com memaparkan bagaimana Pinjaman Ideal (Pinjaman Online) dan apakah hal ini layak untuk diteruskan dan bagaimana cara membenahinya.
Bagaimana Pinjaman Online (Pinjol) yang ideal?
Menurut saya, yang harus menjadi sorotan dalam konteks pinjam meminjam adalah besaran bunga dan denda-dendanya. Karena legalpun jika tidak masuk akal (denda dan bunga), maka akan bisa jadi persolan tersendiri.
Dalam konteks ini pemerintah yaitu OJK harus menjaga konsumen. Jangan sampai memberatkan mereka. Seyogyanya hutang itu harus menjadi sesuatu yang “produktif” yang berdampak pada “income” kegiatan ekonomi.
Tapi dalam konteks masyarakat menengah ke bawah itu terbalik. Mereka meminjam itu karena kepepet, misalnya untuk anak-anak sekolah orang tua sakit dll.
Nah ini jika dibebankan denda bunga yang tinggi ini pasti akan memberatkan dan menjerat. Jangan sampai mereka “gali lubang tutup lubang” yang pada akhirnya nanti dia gak mampu bayar.
Inilah harus jadi catatan Pemerintah dalam hal pengawasan.
Layak atau tidaknya seorang mendapatkan kredit kan harus ada tatanannya. Bukan hanya kita lihat berapa income nya kemudian dia bisa membayar atau tidak, tapi juga dalam konteks lainnya.
Ini memungkinkan secara cepat di jaman digital dilaksanakan cuma di Indonesia belum lengkap narasi-narasi data yang terkumpul.
Yang akhirnya pinjol-pinjol bermain dengan istilah saya “Premanisme Digital” . Biarkan saja orang terjebak. Nanti mereka akan melakukan sedot data kontak kalau gak jalan pinjolnya dia akan sebar ke kontak yang lain dan ini sebenarnya kena UU ITE.
Hutang piutang itu ranah perdata tidak diperbolehkan disebarluaskan. Ini harusnya jadi urusan peminjam dan yang meminjami. Pinjol bisa diperkarakan dalam konteks ini. Ini harus ditata rapih.
Dalam konteks bisnis, pinjam-meminjam itu lumrah. Kita harus membangun struktur bagaimana kemudian jangan sampai malah memiskinkan mereka (masyarakat menengah kebawah).
Apakah bisa Pinjaman Online (Pinjol) diteruskan?
Menurut saya boleh dipertahankan tidak? Harus dibangun struktur jangan sampai ini malah memiskinkan mereka.
Kalau bisa jangan menggunakan basis dana mereka sendiri. Seyogyanya kan banyak program pemerintah seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat) untuk bisnis dalam sekali kecil menengah. Pinjol bisa dijadikan “channeling”.
Saya kira akan menjadi menarik jika KUR ini dijadikan secara digital karena usaha pasti perlu permodalan.
Diatur dibatasi bagaimana negara ada platform bunga, denda pinjaman online ini yang masuk akal. Kalau yang sekarang bunga dan denda nya tidak masuk akal.
Soalnya masyarakat akan berkutat di masalah itu terus. Pengentasan kemiskinan akan terus menjadi PR kita.
Bagaimana cara membenahi nya?
Angka orang yang tidak tercover BPJS itu sekitar 6 juta itu gelandangan dan anak terlantar mereka tidak tercover karena tidak punya NIK.
Jangan sampai orang orang yang sudah punya NIK nanti masuk ke kategori itu juga. Karena punya masalah keuangan yang diakibatkan oleh Pinjol ini.
Yang harus d benahi adalah basis basis pengawasan. Kalau pinjaman biasa ya di awasi juga biasa fisik dicek dll. kalau kita berpikir digital seyogyanya Pinjol harus d awasi secara digital juga.
Cara berpikirnya juga harus digital penanganan hukumnya juga. Bagaimana data yang banyak jumlahnya jutaan gak mungkin narasi data dicerna seseorang apalagi angka dan namanya juga macam-macam dan ini challenge nya.
Artikel ini ditulis oleh:
Dede Eka Nurdiansyah