JAKARTA, Aktual.com – Baru-baru ini, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan kekecewannya atas adanya oknum jaksa yang tertangkap menyalahgunakan wewenang di salah satu Kejaksaan Negeri Jawa Timur.
Oknum tersebut dinilai telah mencoreng wajah kejaksaan di tengah upaya pihaknya yang sungguh-sungguh membangun integritas korps adyaksa.
Menanggapi hal itu, praktisi hukum Masriadi Pasaribu mengatakan, kekecewaan Burhanuddin wajar. Sebab sejauh ini Jaksa Agung sudah banyak menindak jaksa nakal, antara lain dengan mencopot puluhan Kajati dan Kajari, namun masih saja terulang.
“Terlebih, saat ini publik menangkap ada disparitas kinerja antara Kejagung dengan kejaksaan di daerah. Gebrakan Kejagung terbilang luar biasa, tapi oknum di daerah banyak dilaporkan jual beli perkara,” kata akademisi Universitas Assyafiiyah dalam keterangan tertulis, Rabu, (27/10/2021).
Menurutnya, keberanian Kejaksaan Agung dalam mengungkap kasus korupsi besar di satu sisi telah membangkitkan harapan masyarakat anti korupsi di daerah.
Namun di sisi lain, karena harapan itu tak sepenuhnya berbanding lurus dengan kinerja kejaksaan di daerah, maka Kejagung seolah jadi satu-satunya tumpuan masyarakat.
“Makanya banyak yang melapor oknum jaksa ke Kejagung, ke JAMWAS atau Satgas 53. Ini tak dapat dihindari,” terangnya.
Karena itu, ia meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk memperkuat pengawasan dan pengendalian di daerah. Sejumlah oknum jaksa yang sudah dilaporkan, sambungnya, harus segera diproses secara transparan dan akuntabel.
“Yang tak kalah penting adalah pengawasan itu harus beorientasi pada peningkatan produktivitas kerja kejaksaan di daerah,” tandasnya.
Ia lantas mengapresiasi langkah Jaksa Agung yang menargetkan Kejati dan Kejari agar menuntaskan setidaknya dua perkara korupsi dalam setahun. Akan tetapi, hematnya, target itu terlalu kecil dan tidak akan efektif bila tidak disertai mekanisme evaluasi yang memadai.
“Sudah rahasia umum, praktik korupsi itu ada di mana-mana. Tinggal penegakannya saja yang dioptimalkan,” ungkapnya.
Ia memahami bahwa kejaksaan harus profesional dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Namun, itu bukanlah alasan untuk mengendapkan kasus korupsi apalagi mempermainkannya.
“Perlu target kinerja yang cukup disertai pengawasan ketat atas penanganan perkara,” tutupnya. []
Artikel ini ditulis oleh:
Ridwansyah Rakhman