Maulana Syarif Sidi Syaikh Dr. Yusri Rusydi Sayid Jabr Al Hasani saat menggelar Ta’lim, Dzikir dan Ihya Nisfu Sya’ban (menghidupkan Nisfu Say’ban) di Ma’had ar Raudhatu Ihsan wa Zawiyah Qadiriyah Syadziliyah Zawiyah Arraudhah Ihsan Foundation Jl. Tebet Barat VIII No. 50 Jakarta Selatan, Jumat (19/4/2019). Alhamdulillah Majlis Ilmi dengan Maulana Syarif Syekh Dr Yusri Rusydi As Sayyid Jabr Al Hasani telah berlangsung yakni 19-21 April 2019 atau bertepatan dengan 13-15 Sya’ban 1440 H. Dibuka dengan Pembacaan Kitab Husnul Bayan Fi Laylati Nisfi Sya’ban, Karya Sidi Abu Fadhl Syekh Abdullah Al Ghumari al Hasani RA. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, aktual.com – Seseorang yang sedang berada di alam mimpi terkadang dirinya bisa melihat baginda Nabi SAW, orang-orang shalih yang sudah mendahuluinya, surga, neraka, atau bahkan ziarah ke makam baginda Nabi SAW dan Ka’bah dalam waktu yang sekejap dan tanpa repot mendapatkan visa serta naik pesawat.

Sebelum baginda Nabi SAW diutus sebagai Rasul, maka yang pertama-tama adalah baginda Nabi SAW melihat mimpi yang benar, yaitu mimpi yang menjadi kenyataan setelah melihatnya. Semua ini adalah sebagai tamhid (persiapan) baginya untuk melihat perkara yang ghaib, yaitu seperti Malaikat, arsy, kursi, jin, dan lain sebagainya. Dalam hal ini sayyidah Aisyah RA berkata :

أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنَ الْوَحْىِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِى النَّوْمِ

“Hal pertama dari wahyu yang telah diberikan kepada baginda Nabi SAW adalah mimpi yang baik ketika tidur,“ (HR. Bukhari).

Maka dari itulah dikatakan:

الوَلِيُّ إِذَا ذُكِرَ حَضَرَ

“Seorang wali ketika disebut maka akan hadir,”

Yang dimaksud dengan hadir disini yaitu hadir dengan ruhaniyahnya. Jikalau wali saja demikian, apalagi dengan pempimpin para wali bahkan pemimpin para Rasul Ulil Azmi, yaitu baginda Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itulah, ketika dalam tahiyyat shalat kita membaca: 

اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

“Keselamatan atas bagimu wahai baginda Nabi SAW berserta kasih sayang Allah dan keberkahan-Nya,”.

“Hal (keadaan) baginda Nabi SAW setelah meninggal adalah lebih luas dari pada ketika baginda masih hidup,” jelas Syekh Yusri.

Allah Ta’ala telah berfirman:

وَلَلآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الأُولَى

“Dan sesungguhnya akhirat itu adalah lebih baik bagimu dari pada dunia,” (QS. Adhuha :4).

Imam Abu Jamrah RA mengomentari pada hadits di atas, bahwa diantara yang dimaksud pada hadits di atas, adalah bahwa seseorang tidak boleh memaksakan diri untuk terus melanjutkan membaca atau berdo’a di dalam shalat ketika mengantuk, karena bisa jadi dirinya secara tidak sadar mendo’akan kejelekan untuk dirinya sendiri.

Karena bisa jadi, dirinya berdo’a pada waktu yang mustajab, dan Allah mengabulkan do’a kejelekan tersebut.

Maka dari itulah baginda Nabi SAW melarang seseorang untuk mendo’akan kejelekan kepada keluarganya ataupun orang lain dalam keadaan apapun, karena Allah Maha Mendengar dan mengabulkan permintaan hamba-Nya.

Hendaklah seorang mukmin menjaga perkataannya, agar tidak memberikan kemadharatan kepada dirinya sendiri ataupun orang lain. Hal ini sebagaimana baginda Nabi SAW bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ يَنْزِلُ بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

“Sesungguhnya seorang hamba berkata dengan sebuah perkataan, yang mana dengan perkataannya tersebut menjadikan dirinya jatuh ke neraka, yang jauhnya antara ujung timur dan ujung barat,” (HR. Muslim).

Waallahu A’lam

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain