Jakarta, Aktual.co — Direktur Jenderal Pengelolaan pembiayaan dan Risiko (PPR) kementerian Keuangan mengungkapkan pemerintahan Jokowi-JK mencari pembiayaan utang 2015 Rp451,8 triliun secara gross. Sedangkan secara netto, pembianyaan APBN 2015 mencapai Rp297 triliun.
Pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) mengungkapkan bahwa antara tahun 1967 sampai dengan tahun 1997, Mantan Presiden Soeharto hanya menciptakan utang pemerintah sebesar USD53,864 miliar USD. Dalam periode tersebut Soeharto mempertahankan nilai tukar rupiah terhadap USD rata rata Rp1.692/USD. Dengan demikian Soeharto hanya menciptakan utang sebesar Rp91 triliun.
“Jokowi dalam setahun saja akan menciptakan utang sebanyak 5,5 kali utang Soeharto selama periode 1967 – 1997 (30 tahun). Bagaimana jika Jokowi berkuasa lima tahun, maka utang yang akan dia ciptakan mencapai Rp2.500 triliun,” ujar Salamuddin Daeng di Jakarta, Jumat (27/2).
Menurutnya, Presiden Joko Widodo sosok yang memiliki cita cita setinggi langit dalam hal berburu utang luar negeri. Bahkan SBY yang doyan berhutang masih kalah dengan ketinggian cita-cita Presiden Joko Widodo.
“Utang pemerintah dan otoritas moneter selama 2004 – 2014 bertambah sebesar USD47,78 miliar atau sekitar Rp500an triliun dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar rata rata Rp10.000/USD. Dalam hal ini Presiden Joko Widodo akan menjadi pemimpi lagi,” jelasnya.
Untuk diketahui, faktor stabilitas moneter merupakan penentu pencapaian pembangunan dari tahun 1967–1997 (selama 30 tahun) Pemerintahan Soeharto.
Sedangkan masa pemerintahan Jokowi tahun 2015 ini akan menciptakan utang sebesar Rp451,8 Triliun. Utang tersebut bersumber dari SBN, sebesar Rp48,6 Triliun bersumber dari luar negeri. Secara keseluruhan Jokowi tahun ini akan menciptakan utang sebesar Rp500,4 triliun.
“Padahal dikatakan bahwa Jokowi effect akan mampu memperkasakan rupiah. Namun yang terjadi sebaliknya, rupiah makin terpuruk,” terangnya.
BI pun telah melakukan strest test antisipsi rupiah pada nilai Rp16.000/USD. Jokowi sejauh ini belum melakukan apapun dalam menjaga stabilitas moneter.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka

















