Maulana Syarif Sidi Syaikh Dr. Yusri Rusydi Sayid Jabr Al Hasani saat menggelar Ta’lim, Dzikir dan Ihya Nisfu Sya’ban (menghidupkan Nisfu Say’ban) di Ma’had ar Raudhatu Ihsan wa Zawiyah Qadiriyah Syadziliyah Zawiyah Arraudhah Ihsan Foundation Jl. Tebet Barat VIII No. 50 Jakarta Selatan, Jumat (19/4/2019). AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, aktual.com – Berdoa kepada Allah Swt merupakan salah satu perbuatan yang sangat dianjurkan, karena berdoa sebagai bentuk penghambaan kepada Allah Swt karena kita masih membutuhkan pertolongannya. Akan tetapi, berdoa juga memilki adab yang harus dilaksanakan salah satunya yaitu tidak berlebihan.

Syekh Yusri Rusydi memberikan penjelasan terkait dengan doa dalam pengajian Shahih Bukhari bahwa diantara adab dalam berdo’a adalah dengan tidak melewati batas atau berlebihan didalamnya. Hal ini adalah sebagaimana perintah Allah Swt dalam firmanNya:

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdo’alah kalian kepada Tuhan kalian dengan penuh merendah diri dan ketengangan, karena sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas (dalam berdoa),” (QS. Al A’raf: 55).

“Diantara hal yang termasuk melampaui batas dalam berdoa adalah mendoakan kejelekan terhadap seorang muslim, sedzalim apapun muslim itu,” tambah Syekh Yusri.

Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa Ukhuwwah islam merupakan tali yang tidak pernah akan terputuskan sehingga tidak dianjurkan seseorang untuk berdo’a kejelekan terhadap orang yang mendzaliminya apalagi untuk membalas dengan kedzaliman juga.

Hal ini adalah sesuai dengan ajaran baginda Nabi SAW, yaitu baginda bersabda:

انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا

“Tolonglah saudaramu, entah dia adalah orang yang dzalim ataupun didzalimi,” (HR. Bukhari).

Jika begitu, bagaimana kita mampu menolong seorang yang dzalim?

Menjawab pertanyaan tersebut Syekh Yusri Rusydi dalam pengajian lainnya menjelaskan bahwa dengan cara memberikan nasehat kepadanya, tetapi tentu tidak didepan khalayak umum, serta memintakan taufiq dan hidayahnya kepada Allah untuknya. Adapun orang yang didzalimi, maka kita bantu untuk mendapatkan hak-haknya.

Lihatlah baginda Nabi SAW, orang yang paling banyak mendapatkan kedzaliman dari kaumnya, akan tetapi baginda selalu mendoakan kebaikan untuknya. Ketika sepulang berdakwah di Ta’if, baginda pulang dengan penuh kesedihan, oleh karena mereka menolak dakwahnya bahkan membuatnya terluka, akan tetapi baginda berdo’a:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِى فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ

“Ya Allah ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak tahu,” (HR.Bukhari).

Bahkan do’a baginda Nabi SAW kepada orang kafirpun adalah rahmah.

Sebagaimana Imam Bukhari meriwayatkan

اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ سِنِينَ كَسِنِى يُوسُفَ وَأَهْلُ الْمَشْرِقِ يَوْمَئِذٍ مِنْ مُضَرَ مُخَالِفُونَ لَهُ

“Wahai Allah tambahkanlah hukumanmu untuk Mudhar, berikanlah kepada mereka paceklik (kekurangan pangan) seperti pada masa Nabi Yusuf AS,” (HR. Bukhari).

Dimana pada waktu itu, qabilah Mudhar adalah orang yang kafir terhadap dakwah baginda Nabi SAW.

Baginda Nabi Muhammad SAW tidak mendo’akan su’ul khatimah untuk mereka, atau meminta Allah untuk menurunkan siksaNya kepada mereka sehingga mati dalam keadaan kafir, akan tetapi baginda meminta agar Allah memberikan cobaan dengan hukuman yang bersifat duniawi, yaitu kurangnya bahan pangan, sehingga mereka menerima dakwah baginda dan kembali kepada Allah ta’ala.

Waallahu A’lam

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain