Jakarta, aktual.com – Wara’ merupakan salah satu bentuk sifat yang harus ada bagi seorang mu’min apalagi ia adalah seorang Salik (penempuh jalan Allah). Karena, Wara’ akan menghantarkan kita kepada hal-hal yang baik serta akan mendapatkan Ridho Allah Swt.
Syekh Yusri Rusydi Sayyid Jabr al-Hasani menjelaskan terkait dengan Wara’ dalam pengajian Shahih Bukharinya bahwa wara’ adalah merupakan akhlak para sahabat, sebagaimana mereka mendapatkannya dari tarbiyah baginda Nabi SAW. Dalam sesuatu hal yang masih kita ragukan, hendaklah janganlah kita ambil keputusan hingga kita benar-benar tahu ilmunya.
“Begitu juga dengan makanan, jangan sampai kita memasukkan sesuatu kedalam diri dan keluarga kita, kecuali hal yang memang benar-benar kita tahu kehalalannya seratus persen,” tambah Syekh Yusri.
Ini adalah merupakan ibadah yang sangat penting bagi seorang murid yang ingin wushul (sampai kepada Allah Ta’ala).
Taharri al halal (memperhatikan perkara yang halal) adalah merupakan tarbiyah pertama dan utama seorang mukmin kepada diri, istri dan anak-anaknya. Karena sesungguhnya, perkara yang halal itu akan membuahkan ketaatan, adapun perkara yang haram ataupun syubhat akan membuahkan kemaksiatan.
Maka bisa kita jadikan sebagai bahan intropeksi diri, ketika kita melemah dan vakum dalam hal ketaatan, maka hendaklah kita koreksi diri, sesuatu apakah yang telah masuk ke dalam tubuh kita, sehingga kita perlu menjaganya. Begitu pula dengan anak dan istri kita, ketika mereka tidak ta’at ataupun melakukan perkara yang tidak diridhai Allah, maka hendaklah kita lihat kembali, rizki apa yang telah kita berikan kepada mereka.
“Tarbiyah pertama seorang mukmin untuk anaknya adalah memberinya makanan yang halal,” ucap Syekh Yusri
Baginda Nabi Muhammad Saw pun telah berwasiat kepada salah satu sahabatnya, dan beliau bersabda :
يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Wahai Ka’b bin Ujrah, tidaklah akan masuk sorga orang yang dagingnya tumbuh dari sesuatu yang haram, neraka adalah lebih berhak untuknya,” (HR. Ahmad).
Ketika sesuatu yang haram masuk kepada perut seseorang, maka dia akan melakukan perkara yang tidak diridhai Allah, sehingga menjadikan dirinya masuk neraka. Adapun orang yang senantiasa makan halal dan menjaganya, maka dia tidak akan pernah melakukan perkara yang dilarang oleh agama, ataupun ketika Allah menuliskan untuknya sebuah dosa, maka dirinya akan segera tersadar dan bertaubat kepadaNya.
Waallahu a’lam
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain