Jakarta, Aktual.co —”Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21).
Seperti yang kita ketahui bahwa Islam menganjurkan untuk tidak berpacaran sebelum menikah. Sebenarnya dalam islam tidak ada dalil yang menyebutkan kebolehan berpacaran, apalagi kalau pacaran sampai berlebihan itu bisa dikatakan haram . Tetapi, sekarang ini banyak sekali orang-orang yang menjalin hubungan seperti pacaran. Kata mereka (pasangan tersebut) biar saling kenal dan memahami.
Pacaran tersebut dikategorikan sebagai nafsu syahwat yang tidak dirahmati oleh Allah SWT, hal ini dilakukan dengan dalih sebagai suatu penjajakan guna mencari pasangan yang ideal dan serasi bagi masing-masing pihak.
Tapi, dalam kenyataannya masa penjajakan ini tidak lebih dimanfaatkan sebagai pengumbaran hawa nafsu syahwat semata, bukan bertujuan mendapatkan jodoh yang cocok dan secepatnya untuk melaksanakan pernikahan.
Biasanya dalam berpacaran antara pasangan akan ada interaksi saling puji dan saling merayu, disinilah peran iman akan diuji, bila iman seorang wanita tidak kuat dan tergoda dengan rayuan laki-laki (pacaranya) kemungkinan wanita tesebut memberikan kesuciannya demi membuktikan rasa yang dibilang sayang.
Allah SWT telah menjadikan rasa cinta dalam diri manusia baik pada laki- laki maupun perempuan. Dengan, adanya rasa cinta, manusia bisa hidup berpasang-pasangan. Adanya pernikahan tentu harus didahului rasa cinta. Seandainya tidak ada cinta, pasti tidak ada orang yang mau membangun rumah tangga.
Seperti halnya hewan, mereka memiliki insting seksualitas tetapi tidak memiliki rasa cinta, sehingga setiap kali bisa berganti pasangan. Hewan tidak membangun rumah tangga.
Menyatakan cinta sebagai kejujuran hati tidak bertentangan dengan syariat Islam. Karena, tidak ada satu pun ayat atau hadis yang secara eksplisit atau implisit melarangnya.
Islam hanya memberikan batasan-batasan antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. (Bersambung….)
Artikel ini ditulis oleh: