Jakarta, Aktual.com – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan gempa dangkal terjadi di darat dengan kedalaman 11 kilometer di Salatiga, Jawa Tengah.

 

BMKG dalam laman resmi dikutip di Jakarta, Kamis (25/11) menyebutkan gempa memiliki magnitudo 2.8 dengan episenter terletak pada koordinat 7,30 Lintang Selatan dan 110,41 Bujur Timur tepatnya di darat pada jarak 10 kilometer Barat Laut Kota Salatiga.

 

Gempa bumi itu dirasakan di Banyubiru, Ambarawa, Temenggungan, Pojoksari, Brongkol, Kalipawon, Tegalrejo, Jambu, Losari, Gondorio, Semilir, Garung, Bejalen dengan skala intensitas II MMI, dimana getaran dirasakan warga dan benda-benda ringan yang digantung bergoyang.
Hingga berita ini diturunkan belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa tersebut.

 

Sebelumnya, pada 23-24 Oktober 2021 pukul 10.00 WIB BMKG mencatat telah terjadi 32 kali gempa berkedalaman sangat dangkal (swarm) di wilayah Banyubiru, Ambarawa, Salatiga, Jawa Tengah.

 

“Jika kita mencermati data parameter gempa yang terjadi di wilayah itu tampak bahwa berdasarkan sebaran temporal magnitudo gempa, maka fenomena tersebut dapat dikategorikan sebagai gempa swarm,” papar Koordinator Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono.

 

Daryono menjelaskan, gempa swarm dicirikan dengan serangkaian aktivitas gempa bermagnitudo kecil dengan frekuensi kejadian yang sangat tinggi, berlangsung dalam waktu “relatif lama” di suatu kawasan, tanpa ada gempa kuat sebagai gempa utama (mainshock).

 

Umumnya, lanjut dia, penyebab gempa swarm antara lain berkaitan dengan transpor fluida, intrusi magma, atau migrasi magma yang menyebabkan terjadinya deformasi batuan bawah permukaan di zona gunungapi.

 

“Gempa swarm memang banyak terjadi karena proses-proses kegunungapian,” katanya.

 

Selain berkaitan dengan kawasan gunung api, Daryono menambahkan, beberapa laporan menunjukkan bahwa aktivitas swarm juga dapat terjadi di kawasan nonvulkanik (aktivitas tektonik murni), meskipun kejadiannya sangat jarang.

 

“Swarm dapat terjadi di zona sesar aktif atau kawasan dengan karakteristik batuan yang rapuh sehingga mudah terjadi retakan,” paparnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
As'ad Syamsul Abidin